Senin, 01 Januari 2018

Mengenal Muawiyah Bin Abu Sufyan, Sang Pendistorsi Makna Iman

MU’AWIYAH BIN ABU SUFYAN
(Tokoh pembaharu yang mengeluarkan Dinul Islam dari pandangan dan sikap hidup NUR mSR kearah Islamisme yang berpandangan dan sikap hidup Dzulumat msS, QS 2:257)

BABI
PENDAHULUAN

Catatan emas telah di torehkan umat Islam dalam membangun peradaban di muka bumi ini. Selama hampir 9 abad peradaban Islam menguasai dunia. Bermula dari masa kepemimpinan Rasulullah SAW, dan kemudian Khulafaur Ar-Rasyidin. Sabda Rasulullah bukanlah sekedar ucapan yang berdasarkan nafsu, melainkan berdasarkan wahyu kepadanya (al-Najm: 3-4),dalam masalah Khilafah Rasulullah telah membatasinya dengan masa, tidak berlaku untuk selamanya. Rasulullah Saw bersabda: “al-Khilafatu fi ummatii tsalaatsu nasanatan, tsumma mulkun ba’da dzalika”. Artinya: “Usia khilafah dalam umatku adalah 30 tahun, kemudian setelah itu adalah sistem kerajaan” (HR Ahmad No 21978 dan Turmudzi No 2226, ia mengatakan: ‘Hadis ini hasan’)

Adalah Bani Umayyah yang berkuasa selama 90 tahun. Kerajaan Bani Umayyah didirikan oleh Muawiyah bin Abu Sufyan pada tahun 41 H/661 M di Damaskus dan berlangsung hingga pada tahun 132 H/ 750M. sejarah telah membuktikan prestasi yang ditorehkan oleh dinasti Mu’awiyah ini. Dalam waktu 90 tahun dinasti Mu’awiyah mampu menguasai Spanyol sampai dengan India, sungguh prestasi yang nantinya membuat dendam kesumat yang berkepanjangan luar biasa pertarungan antara Islamisme hasil binaan Muawiyah dengan Eropa (kristenisme) hingga sekarang. Bahkan ketika Dinasti Mu’awiyah berada dibawah kekuasaan Al-Walid, seluruh wilayah Afrika Utara diduduki dan pada tahun 91 H / 710 M pasukan Muslim menyebrangi Selat Gibraltar lalu masuk ke Spanyol, kemudian menyebrangi Sungai Pyrenees dan menyerang Carolingian Prancis. Di Timur, seorang wali Arab menyusup melalui Makran masuk ke Sind, menancapkan Islam untuk pertama kalinya di India (Dinasti-Dinasti Islam, 1993). Bagi beberapa kalangan luas wilayah Islam pada masa ini adalah yang terluas dibanding dengan masa kekhalifahan lainnya. Perluasan-perluasan berikutnya hanyalah berupa pengembangan dari luas wilayah yang telah ada. Bahkan pada akhir masa Kekhalifahan Utsmani, wilayahnya semakin menyempit akibat separatisme dan berkembangnya nation state, sampai akhirnya hilanglah wilayah Kekhalifahan Islam pada tahun 1924 (3 Maret), saat diruntuhkannya Kekhalifahan Utsmaniyyah sehingga wilayah Islam terpecah menjadi negeri-negeri Islam, sampai sekarang. Kejayaan Kerajaan Mu’awiyah hanya sampai Raja Al-Walid. Karena raja-raja setelahnya telah terjangkit penyakit cinta dunia yang menyebabkan keruntuhan dinasti Bani Umayyah.
 BABII
PEMBAHASAN

A. Asal Usul dan Perkembangan Dinasti Umayyah

Namanya dikenal sebagai orang pertama yang mendirikan sistem kerajaan dalam pemerintahan Islam. Ia membangun Dinasti Umayyah setelah kemenangannya dari Ali. Muawiyyah lahir di Makkah pada 597 dari pasangan Abu Sufyan bin Harb dari Bani Umayyah dan Hindun binti Utbah yang juga keturunan bani Umayyah. Muawiyyah tidak terhitung sebagai kelompok pengikut pertama Nabi Muhammad. Ia baru masuk Islam setelah penaklukan Makkah pada 623. Kala itu usianya sekitar 25 tahun, ia masuk Islam bersamaan dengan Islamnya sang ayah, Abu Sufyan. Pada masa khalifah Usman bin Affan semua daerah Syam diserahkan pada Bani Muawiyah ia diberi kewenangan untuk mengangkat dan memberhentikan pejabat yang membantunya. Dengan demikian ia berhasil mejadi gubernur selama 20 tahun setelah itu berhasil pula menjadi khalifah selama 20 tahun. Dari hal tersebut dapat disimpulkan bahwa keberhasilan Mu'awiyah bukan hanya bermula dari hasil diplomasi yang terjadi pada Perang Shiffin serta terbunuhnya Khalifah Ali bin Abi Thalib melainkan semenjak ia menjadi gubernur yang memiliki kemampuan dalam mengatur administrasi dalam pemerintahan yang memang terlihat semenjak masa Rasulullah. Di masa Rasulullah masih hidup, Muawiyah dikabarkan pernah menjadi salah seorang pencatat wahyu.[1] Beliau mulai memegang tampuk pemerintahan pada masa Khalifah Umar bin Khattab dan menjabat sebagai Gubernur Yordania. Di saat yang sama saudaranya, Yazid juga diangkat menjadi Gubernur Damaskus oleh Khalifah Umar. Akan tetapi, Yazid wafat karena panyakit pes yang berjangkit di kota Amuas. Saat itulah Khalifah Umar menggabungkan wilayah Damsyik ke dalam wilayah kekuasaan Mu’awiyah. Ketika menjadi seorang gubernur, Mu’awiyah merupakan sosok pemimpin yang memiliki pribadi sangat kuat dan amat jujur, serta ahli dalam lapangan politik.

Mu’awiyah berhasil memegang kekuasan penuh setelah Hasan bin Ali menyerahkan jabatan itu dengan beberapa syarat, antara lain:
1. Agar Mu’awiyah tidak menaruh dendam terhadap seorangpun dari penduduk Iraq.
2. Menjamin keamanan dan memaafkan kesalahan-kesalahan mereka.
3. Agar pajak tanah Negeri Ahwaz diperuntukkan padanya dan diberikan setiap tahun.
4. Agar Mu’awiyah membayar kepada saudaranya, yaitu Husein bin Ali bin Abi Thalib sebesar 2 juta dirham.
5. Pemberian kepada Bani Hasyim haruslah lebih besar dari pada pemberian kepada Bani Abdi Syam.

Di samping berhasil mempersatukan umat Islam kembali dalam satu kepemimpinan politik, perjanjian itu juga menyebabkan Mu’awiyah menjadi penguasa absolut. Naiknya Mu’awiyah menjadi khalifah pada awalnya tidak melalui forum pembai’atan yang bebas dari semua umat. Mu’awiyah dibai’at pertama kali oleh penduduk Syam karena memang berada di bawah kekuasaannya, kemudian ia di bai’at oleh umat secara keseluruhan setelah tahun persatuan atau ‘am jama’ah (661).[2] Pemerintahan pada masa ini bersifat monarchi heridetis (kerajaan turun temurun). Suksesi kepemimpinan secara turun temurun di mulai ketika Muawiyah mewajibkan seluruh rakyatnya untuk menyatakan setia terhadap anaknya, Yazid. Ia bermaksud mengikuti sistem di Persia dan Bizantium. Dia masih tetap menggunakan istilah khalifah tapi dengan menambahkan "Khalifah Allah" dalam pengertian penguasa yang diangkat oleh Allah.

B. Sistem Kepemimpinan dan Penegakan Dinasti

Mu'awiyah adalah penguasa Islam yang pertama yang menggantikan system kekhalifahan menjadi sistem Monarkis (kerajaan). Mu'awiyah pernah menegaskan bahwa dirinya adalah seorang raja Islam yang pertama. Ia membentuk sistem kekuasaan berdasarkan garis keturunan dengan menunjuk anaknya, Yazid, sebagai putra mahkota. Sikapnya menunjuk putra mahkota ini akhirnya menjadi model dan diikuti oleh seluruh penguasa Umayyah sesudahnya. Karenanya Mu'awiyah dipandang sebagai pendiri sistem kerajaan yang turun temurun dalam sejarah umat Islam. Tradisi demokrasi kesukuan nenek moyang bangsa Arab seketika itu hilang untuk selama-lamanya dan digantikan dengan pola kekuasaan individu dan otokrasi. Dalam hal ini Mu'awiyah mengikuti tradisi kekuasaan absolutisme yang berkembang di Persia dan Bizantium. Mu'awiyah setelah menjadi raja tampaknya masih menjalankan kedudukan dan fungsi khalifah, seperti menyampaikan khutbah dan menjadi imam shalat Jum'at, tetapi ia terlalu menjaga jarak dengan kehidupan masyarakat. Mu'awiyah hidup dalam kemewahan istana yang selalu dijaga oleh pengawal bersenjata. Baitul maal dijadikan sebagai harta kekayaan pribadi dan memutuskan segala yang penting hanya menggunakan pertimbangannya sendiri tanpa melalui musyawarah. Disinilah letak perbedaannya dengan pemerintahan masa sebelumnya. Selama memerintah Mu’awiyah berhasil menegakkan kerukunan antar bangsa Arab wilayah utara (Kaisaniyyah) dengan bangsa Arabwilayah selatan (kalbiyah). Sekalipun nasab Mu'awiyah lebih dekat kepada kelompok Kaisaniyyah, namun ia justru mengangkat putra mahkota dari istrinya yang berketurunan Kalbiyah. Selama masa pemerintahannya, penguasa dan rakyat hidup rukun. Ia juga bertindak cukup bijaksana terhadap penganut agama Kristen.

Hal ini terbukti dengan diangkatnya beberapa orang nasrani sebagai pejabat negara, salah satunya menjabat sebagai dewan penasihat.



C. Dinasti-Dinasti Mu’awiyah

1. Muawiyah ibn Abi Sufyan (661-681M)

Muawiyah ibn Abi Sufyan adalah pendiri Daulah Bani Umayyah dan menjabat sebagai Khalifah pertama. Ia memindahkan ibu kota dari Madinah al Munawarah ke kota Damaskus dalam wilayah Suriah. Pada masa pemerintahannya, ia melanjutkan perluasan wilayah kekuasaan Islam yang terhenti pada masa Khalifah Ustman dan Ali. Disamping itu ia juga mengatur tentara dengan cara baru dengan meniru aturan yang ditetapkan oleh tentara di Bizantium, membangun administrasi pemerintahan dan juga menetapkan aturan kiriman pos. Muawiyah meninggal dunia dalam usia 80 tahun dan dimakamkan di Damaskus di pemakaman Bab Al-Shagier.
2. Yazid ibn Muawiyah (681-683 M)

Lahir pada tahun 22 H/643 M. Pada tahun 679 M, Muawiyah mencalonkan anaknya, Yazid, untuk menggantikan dirinya. Yazid menjabat sebagai Khalifah dalam usia 34 tahun pada tahun 681 M. Ketika Yazid naik tahta, sejumlah tokoh di Madinah tidak mau menyatakan setia kepadanya. Ia kemudian mengirim surat kepada Gubernur Madinah, memintanya untukmemaksa penduduk mengambil sumpah setia kepadanya. Dengan cara ini, semua orang terpaksa tunduk, kecuali Husein ibn Ali dan Abdullah ibn Zubair.

Bersamaan dengan itu, Syi’ah (pengikut Ali, yang sebenarnya juga sudah disusupi pemahaman Yahudi) melakukan konsolidasi (penggabungan) kekuatan kembali. Perlawanan terhadap Bani Umayyah dimulai oleh Husein ibn Ali. Pada tahun 680 M, ia pindah dari Mekkah ke Kufah atas permintaan golongan Syi’ah yang ada di Irak. Umat Islam didaerah ini tidak mengakui Yazid. Mereka mengangkat Husein sebagai Khalifah. Dalam pertempuran yang tidak seimbang di Karbela, sebuah daerah di dekat Kufah, tentara Husein kalah dan Husein sendiri mati terbunuh. Kepalanya dipenggal dan dikirim ke Damaskus, sedang tubuhnya dikubur di Karbala (Yatim, 2003:45). Masa pemerintahan Yazid dikenal dengan empat hal yang sangat hitam sepanjang sejarah Islam, yaitu :
1. Pembunuhan Husein ibn Abi Thalib, cucu Nabi Muhammad.
2. Pelaksanaan Al Ibahat terhadap kota suci Madinah al - Munawarah.
3. Penggempuran terhadap baiat Allah.
4. Pertama kalinya memakai dan menggunakan orang-orang kebiri untuk barisan pelayan rumah tangga khalifah didalam istana.

Ia meninggal pada tahun 64 H/683 M dalam usia 38 tahun dan masa pemerintahannya ialah tiga tahun dan enam bulan.

3. Muawiyah ibn Yazid (683-684 M)

Muawiyah ibn Yazid menjabat sebagai Khalifah pada tahun 683-684 M dalam usia 23 tahun. Dia seorang yang berwatak lembut. Dalam pemerintahannya, terjadi masa krisis dan ketidakpastian, yaitu timbulnya perselisihan antar suku diantara orang-orang Arab sendiri. Ia memerintah hanya dalam kurun waktu enam bulan.

4. Marwan ibn Al-Hakam (684-685 M)

Sebelum menjabat sebagai penasihat Khalifah Utsman bin Affan, ia berhasil memperoleh dukungan dari sebagian orang Syiria dengan cara menyuap dan memberikan berbagai hak kepada masing-masing kepala suku. Untuk mengukuhkan jabatan khalifah yang dipegangnya maka Marwan sengaja mengawini janda Khalifah Yazid, Ummu Khalid. Selama masa pemerintahannya tidak meninggalkan jejak yang penting bagi perkembangan sejarah Islam. Ia wafat dalam usia 63 tahun dan masa pemerintahannya selama 9 bulan 18 hari.


5. Abdul Malik ibn Marwan (685-705M)

Abdul Malik ibn Marwan dilantik sebagai Khalifah setelah kematian ayahnya, pada tahun 685 M. Dibawah kekuasaan Abdul Malik, kerajaan Umayyah mencapai kekuasaan dan kemulian. Ia terpandang sebagai khalifah yang perkasa dan negarawan yang cakap dan berhasil memulihkan kembali kesatuan dunia Islam dari para pemberontak, sehingga pada masa pemerintahan selanjutnya, di bawah pemerintahan Walid bin Abdul Malik Daulah bani Umayyah dapat mencapai puncak kejayaannya. Ia wafat pada tahun 705 M dalam usia yang ke-60 tahun. Ia meninggalkan karya-karya terbesar didalam sejarah Islam. Masa pemerintahannya berlangsung selama 21 tahun, 8 bulan. Dalam masa pemerintahannya, ia menghadapi sengketa dengan Abdullah ibn Zubair.


6. Al-Walid ibn Abdul Malik (705-715M)

Masa pemerintahan Walid ibn Malik adalah masa ketenteraman, kemakmuran dan ketertiban Umat Islam. Pada masa pemerintahannya tercatat suatu peristiwa besar, yaitu perluasan wilayah kekuasaan dari Afrika Utara menuju wilayah Barat daya, benua Eropa, yaitu pada tahun 711 M. Perluasan wilayah kekuasaan Islam juga sampai ke Andalusia (Spanyol) dibawah pimpinan panglima Thariq bin Ziyad. Perjuangan panglima Thariq bin Ziyad mencapai kemenangan, sehingga dapat menguasai kota Cordova, Granada dan Toledo. Selain melakukan perluasan wilayah kekuasaan Islam, Walid juga melakukan pembangunan besar-besaran selama masa pemerintahannya untuk kemakmuran rakyatnya. Khalifah Walid ibn Malik meninggalkan nama yang sangat harum dalam sejarah daulah Bani Umayyah dan merupakan puncak kebesaran daulah tersebut.

7. Sulaiman ibn Abdul Malik (715-717M)

Sulaiman Ibn Abdul Malik menjadik halifah pada usia 42 tahun. Masa pemerintahannya berlangsung selama 2 tahun, 8 bulan. Ia tidak memiliki kepribadian yang kuat hingga mudah dipengaruhi penasehat-penasehat disekitarnya. Menjelang saat terakhir pemerintahannya barulah ia memanggil gubernur wilayah Hijaz, yaitu Umar bin Abdul Aziz, yang kemudian diangkat menjadi penasehatnya dengan memegang jabatan wazir besar. Hasratnya untuk memperoleh nama baik dengan penaklukan Ibukota Constantinopel gagal. Satu-satunya jasa yang dapat dikenangnya dari masa pemerintahannya ialah menyelesaikan dan menyiapkan pembangunan Jam’iul Umawi yang terkenal megah dan agung di Damaskus.

8. Umar Ibn Abdul Aziz (717-720 M)

Umar ibn Abdul Aziz menjabat sebagai khalifah pada usia 37 tahun . Ia terkenal adil dan sederhana. Ia ingin mengembalikan corak pemerintahan seperti pada zaman Khulafaur Rasyidin. Pemerintahan Umar meninggalkan semua kemegahan dunia yang selalu ditunjukkan oleh Bani Umayyah. Ketika dinobatkan sebagai Khalifah, ia menyatakan bahwa memperbaiki dan meningkatkan negeri yang berada dalam wilayah Islam lebih baik daripada menambah perluasannya (Amin, 1987:104). Ini berarti bahwa prioritas utama adalah pembangunan dalam negeri. Meskipun masa pemerintahannya sangat singkat, ia berhasil menjalin hubungan baik dengan Syi’ah. Ia juga memberi kebebasan kepada penganut agama lain untuk beribadah sesuai dengan keyakinan dan kepercayaannya. Pajak diperingan. Kedudukan mawali (orang Islam yang bukan dari Arab) disejajarkan dengan Muslim Arab. Pemerintahannya membuka suatu pertanda yang membahagiakan bagi rakyat. Ketakwaan dan keshalehannya patut menjadi teladan. Ia selalu berusaha meningkatkan kesejahteraan rakyatnya. Ia meninggal pada tahun 720 M dalam usia 39 tahun, dimakamkan di Deir Simon.

9. Yazid ibn Abdul Malik (720-724 M)

Yazid ibn Abdul Malik adalah seorang penguasa yang sangat gandrung kepada kemewahan dan kurang memperhatikan kehidupan rakyat. Masyarakat yang sebelumnya hidup dalam ketentraman dan kedamaian, pada zamannya berubah menjadi kacau. Dengan latar belakang dan kepentingan etnis politis, masyarakat menyatakan konfrontasi terhadap pemerintahan Yazid. Pemerintahan Yazid yang singkat itu hanya mempercepat proses kehancuran Imperium Umayyah. Pada waktu pemerintahan inilah propaganda bagi keturunan Bani Abbas mulai dilancarkan secara aktif. Dia wafat pada usia 40 tahun. Masa pemerintahannya berlangsung selama 4 tahun 1 bulan.


10. Hisyam ibn Abdul Malik (724-743M)

Hisyam ibn Abdul Malik menjabat sebagai khalifah pada usia yang ke 35 tahun. Ia terkenal negarawan yang cakap dan ahli strategi militer. Pada masa pemerintahannya muncul satu kekuatan baru yang menjadi tantangan berat bagi pemerintahan Bani Umayyah. Kekuatan ini berasal dari kalangan Bani Hasyim yang didukung oleh golongan mawali dan merupakan ancaman yang sangat serius. Dalam perkembangan selanjutnya, kekuatan baru ini mampu menggulingkan Dinasti Umayyah dan menggantikannya dengan dinasti baru, Bani Abbas. Pemerintahan Hisyam yang lunak dan jujur menyumbangkan jasa yang banyak untuk pemulihan keamanan dan kemakmuran, tetapi semua kebajikannya tidak bisa membayar kesalahan-kesalahan para pendahulunya, karena gerakan oposisi terlalu kuat, sehingga khalifah tidak mampu mematahkannya. Meskipun demikian, pada masa pemerintahan Khalifah Hisyam kebudayaan dan kesastraan Arab serta lalu lintas dagang mengalami kemajuan. Dua tahun sesudah penaklukan pulau Sisily pada tahun 743 M, ia wafat dalam usia 55 tahun. Masa pemerintahannya berlangsung selama 19 tahun, 9 bulan. Sepeninggal Hisyam, khalifah-khalifah yang tampil bukan hanya lemah tetapi juga bermoral buruk. Hal ini makin mempercepat runtuhnya daulah Bani Ummayyah.

11. Walid ibn Yazid (743-744 M)

Daulah Umayyah mengalami kemunduran di masa pemerintahan Walid ibn Yazid. Ia berkelakuan buruk dan suka melanggar norma agama. Kalangan keluarga sendiri benci padanya. Dan ia mati terbunuh. Meskipun demikian, kebijakan yang paling utama yang dilakukan oleh Walid ibn Yazid ialah melipatkan jumlah bantuan sosial bagi pemeliharaan orang-orang buta dan orang-orang lanjut usia yang tidak mempunyai famili untuk merawatnya. Ia menetapkan anggaran khusus untuk pembiayaan tersebut dan menyediakan perawat untuk masing-masing orang. Ia sempat meloloskan diri dari penangkapan besar-besaran di Damaskus yang dilakukan oleh keponakannya. Masa pemerintahannya berlangsung selama 1 tahun, 2 bulan. Ia wafat dalam usia 40 tahun.

12. Yazid ibn Walid (Yazid III) (744M)

Pemerintahan Yazid ibn Walid tidak mendapat dukungan dari rakyat, karena perbuatannya yang suka mengurangi anggaran belanja negara. Masa pemerintahannya penuh dengan kemelut dan pemberontakan. Masa pemerintahannya berlangsung selama 16 bulan. Ia wafat dalam usia 46 tahun.

13. Ibrahim ibn Malik (744 M)

Diangkatnya Ibrahim menjadi khalifah tidak memperoleh suara bulat didalam lingkungan keluarga Bani Umayyah dan rakyatnya. Karena itu, keadaan negara semakin kacau dengan munculnya beberapa pemberontak. Ia menggerakkan pasukan besar berkekuatan 80.000 orang dari Arnenia menuju Syiria. Ia dengan sukarela mengundurkan dirinya dari jabatan khilafah dan mengangkat baiat terhadap Marwan ibn Muhammad. Ia memerintah selama 3 bulan dan wafat pada tahun 132 H.

14.Marwan ibn Muhammad (745-750 M)

Ia adalah seorang ahli negara yang bijaksana dan seorang pahlawan. Beberapa pemberontak dapat ditumpas, tetapi dia tidak mampu menghadapi gerakan Bani Abbasiyah yang telah kuat pendukungnya. Marwan ibn Muhammad melarikan diri ke Hurah, lalu ke Damaskus. Namun Abdullah bin Ali yang ditugaskan membunuh Marwan oleh Abbas as-Syaffah selalu mengejarnya. Akhirnya sampailah Marwan di Mesir. Di Bushair, daerah al Fayyun Mesir, ia mati terbunuh oleh Shalih bin Ali, orang yang menerima penyerahan tugas dari Abdullah. Marwan terbunuh pada tanggal 27 Dzulhijjah 132 H5 Agustus750 M. Dengan demikian tamatlah kedaulatan Bani Umayyah, dan sebagai tindaklanjutnya dipegang oleh Bani Abbasiyah.[3] Setelah keruntuhan Dinasti Mu’awiyah maka negara Islam terpecah menjadi 30 negara yang terdiri dari beberapa dinasti, yaitu:

a. Dinasti Murabithun (1086-1143)

Dinasti ini berpusat di kota Maraskey, Maroko. Pasukan dinasti murabithun datang dalam rangka membantu umat Islam melawan kerajaan Castilla. Mereka memutuskan untuk menguasai Andalusia setalah melihat Umat Islam terpecah belah.

b. Dinasti Muwahiddun (1146-1235)

Dinasti ini datang menggantikan dinasti Murabithun di Afrika Utara Kemudian juga melanjutkan kepemimpinan di Andalusia. Dimana pada masa ini hidup Ibnu Rusyd, seorang pemikir besar pasa masa itu yang banyak menafsirkan pemikiran Aristoteles.

c. Bani Ahmar (1232-1292)

Pada 1238 Cordova jatuh ke tangan Kristen, lalu Seville pada 1248 dan akhirnya seluruh Spanyol. Hanya Granada yang bertahan di bawah kekuasaan Bani Ahmar (1232-1492). Kepemimpinan Islam masih berlangsung sampai Abu Abdullah meminta bantuan Raja Ferdinand dan Ratu Isabella untuk merebut kekuasaan dari ayahnya (Abu Abdullah sempat naik tahta setelah ayahnya terbunuh). Namun Ferdinand dan Isabella kemudian menikah dan menyatukan kedua kerajaan. Mereka kemudian menggempur kekuatan Abu Abdullah untuk mengakhiri masa kepemimpinan Islam.[4] Sejak itu, seluruh pemeluk Islam (juga Yahudi), dikejar-kejar untuk dihabisi atau memilih untuk berpindah agama. Kekejian penguasa Kristen terhadap pemeluk Islam itu dibawa oleh pasukan Spanyol yang beberapa tahun kemudian menjelajah hingga Filipina. Kesultanan Islam di Manila mereka bumi hanguskan, seluruh kerabat Sultan mereka bantai.

Memasuki Abad 16, Tanah Andalusia (yang selama 8 Abad dalam kekuasaan Islam) kemudian bersih dari keberadaan umat Muslim.

D. Karakteristik, Tradisi dan Peradaban Muslim Masa Mu’awiyah.

Sebagaimana khalifah-khalifah sebelumnya, keempat belas Khalifah dari Keluarga Umayyah ini telah menggoreskan sejarah dengan karakteristik tersendiri. Inilah yang kemudian dinyatakan sebagai keberhasilan atau kelemahan dalam keberadaannya.

Sedikit tentang sejarah yang ditorehkannya antara lain;

1. Mulai adanya penyempitan calon-calon yang diajukan sebagai khalifah pengganti khalifah sebelumnya. Yaitu calon-calon tersebut harus berasal dari keluarga Umayyah. Inilah yang dikatakan sebagai penyimpangan dari ajaran Islam. Tetapi sejauhmana penyimpangan tersebut, secara lebih spesifik bahasannya akan diurai di bagian akhir.

2. Perluasan wilayah Islam dapat diperoleh dalam waktu yang cukup singkat. Dalam pemerintahannya selama 90 tahun, wilayah Islam semakin luas. Mulai dari Spanyol hingga India. Penaklukan militer ini berjalan cepat terutama pada pemerintahan Khalifah al Walid. Segenap Afrika Utara diduduki dan pada tahun 91 H / 710 M. Pasukan Muslim melewati Selat Gibraltar lalu masuk ke Spanyol, kemudian menyeberangi Sungai Pyrenees dan menyerang Carolingian Prancis. Di Timur, seorang wali Arab menyusup melalui Makran masuk ke Sind, menancapkan Islam untuk pertama kalinya di India (Dinasti-Dinasti Islam, 1993). Bagi beberapa kalangan, luas wilayah Islam pada masa ini adalah yang terluas dibanding dengan masa kekhalifahan lainnya. Perluasan-perluasan berikutnya hanyalah berupa pengembangan dari luas wilayah yang telah ada. Bahkan pada akhir masa Kekhalifahan Utsmani,wilayahnya semakin menyempit akibat separatisme dan berkembangnya nation state, sampai akhirnya hilanglah wilayah Kekhalifahan Islam pada tahun 1924 (3 Maret), saat diruntuhkannya Kekhalifahan Utsmaniyyah. Sehingga wilayah Islam terpecah menjadi negeri-negeri Islam sampai sekarang.

3. Pembangunan fisik semakin marak dilakukan. Apabila pada masa Rasulullah dan Khulafaur Rasyiddin, pembangunan terlihat lebih fokus kepada pembangunan ruhul-Islam, dalam artian penerapan hukum-hukum Islam di muka bumi, pada masa Umayyah pembangunan fisik dan perkembangan ilmu pengetahuan semakin berkembang. Hal-hal yang khusus antara lain penghijauan daerah Makkah dan Madinah pada masa Khalifah Mu’awiyah, pembuatan mata uang Islam pada masa Khalifah Abdul Malik, penghimpunan hadits-hadits Nabi pada masa Umar bin Abdul Aziz. Kemudian Masjid Raya Damaskus didirikan oleh Khalifah Al Walid I serta Madrasah al Nuriyah di Damaskus pun dibangun untuk sarana pendidikan.[5]

E. Yurisprudensi dan Tata Hukum Ajaran Islam Masa Mu’awiyah Politik pemerintahan di masa dinasti Umayyah,

Menurut Imam Az-Zuhri, bahwa pada masa Rosulullah, dan para Khulafaur-Rasyidun yang empat berlaku hukum, bahwa orang-orang kafir tidak mewarisi seorang muslim dan demikian pula seorang muslim tidak mewarisi seorang kafir. Tapi pada masa pemerintahannya, Muawiyah telah bertindak mewariskan seorang muslim dari seorang kafir tapi tidak mewariskan seorang kafir dari seorang muslim. Ketentuan yang berupa bid’ah (sesuatu yang mengada-ada dalam agama ini telah dibatalkan pada masa Umar bin Abdul Aziz dimasa pemerintahannya.Tapi Hisyam bin Abdul Malik kembali mengubah ketentuan seperti semula, yakni ketentuan di masa Mu’awiyah. Ibnu Katsir berpendapat bahwa Mu’awiyah juga telah mengganti sunnah Rasulullah Saw dan para Khulafaur Rasyidun dalam urusan diyat. Sebelum itu, diyat (denda) pembunuhan terhadap seorang non-muslim yang telah mengikat perjanjian dengan negara Islam, jumlahnya sama dengan diyat seorang muslim. Tapi Mu’awiyah mengurangi sampai setengahnya dan dia mengambil setengah yang lain bagi dirinya sendiri. Begitu banyak prestasi yang ditorehkan oleh Muawiyah, termasuk didalamnya pembagian departemen-departemen dari setiap lembaga yang ada. Termasuk didalamnya adalah pembentukan Al-Nizham al qadha’I, yaitu lembaga bagian penegak hukum. Al-Nizham al qadha’I ini terdiri dari tiga bagian, yaitu al-qadha, al-hisbat, danal-mazholim. Badan al-qadha dipimpin oleh seorang qadhi yang bertugas membuat fatwa-fatwa hukum dan peraturan yang digali langsung dari Al-Qur’an, As-Sunnah, atau Ijma’ atau berdasarkan ijtihad. Badan ini bebas dari pengaruh penguasa dalam menetapkan keputusan hukum terhadap para pejabat,dan pegawai negara yang melakukan pelanggaran. Pejabat badan al-hisbat disebut al muhtasib, tugasnya menangani kriminal yang perlu penyelesaian segera. Pejabat badan al-mazholim disebut qodhi al-mazhalim atau shahibal-mazhalim. Kedudukan badan ini lebih tinggi daripada al-qadha atau al-hisbat. Karena badan ini bertugas meninjau kembali akan kebenaran dan keadilan keputusan-keputusan hukum yang dibuat oleh qadhi dan muhtasib, bila ada suatu kasus perkara yang keputusannya dianggap perlu ditinjau kembali. Baik perkara seorang rakyat, atau pejabat yang menyalahgunakan jabatannya. Badan ini menyelenggarakan mahkamat al-mazhalim yang mengambil tempat dimasjid. Sidang ini dihadiri oleh lima unsur lengkap, yaitu para pembantu sebagai juri, para hakim, para fuqaha, para khatib dan para saksi yang dipimpin oleh al-qadhial-muzhalim. Artinya, dalam pemerintahan dinasti Umayyah sebagaimana pada periode Negara Madinah, peradilan bebas tetap ditegakkan[6].

F. Faktor-faktor yang menyebabkan kehancuran Dinasti Mu’awiyah

Ada beberapa faktor yang menyebabkan lemahnya sampai kehancuran dinasti Umayyah, antara lain :

1. Sistem pergantian khalifah melalui garis keturunan adalah sesuatu yang baru bagi tradisi Arab, yang lebih menekankan pada aspek senioritas. Pengaturan ini dianggap tidak jelas. Ketidak jelasan sistem pegantian khalifah ini menyebabkan terjadinya persaingan yang tidak sehat di kalangan anggota keluarga istana.

2. Latar belakang terbentuknya dinasti Bani Umayyah tidak bisa dipisahkan dari konflik-konflik politik yang terjadi dimasa Ali. Sisa-sisa Syi’ah (pengikut Ali) dan Khawarij terus menjadi gerakan oposisi, baik secara terbuka, seperti di masa awal dan akhir maupun secara tersembunyi seperti di masa pertengahan kekuasan bani Umayyah. Penumpasan terhadap gerakan ini banyak menyedot kekuatan pemerintah.
 3. Pada masa kekuasan Bani Umayyah, pertentangan etnis anggota suku Arabia Utara (bani Qays) dan Arabia Selatan (bani Kalb) yang sudah ada sejak zaman sebelum Islam, makin meruncing. Perselisihan ini mengakibatkan para penguasa Bani Umayyah mendapatkan kesulitan untuk menggalang persatuan dan kesatuan. Di samping itu, sebagian besar golongan Mawali (non arab), terutama di Irak dan wilayah bagian timur lainnya, merasa tidak puas dengan status mawali itu. Hal tersebut menggambarkan status inferioritas ditambahkan dengan keangkuhan bangsa Arab yang di perlihatkan pada masa Umayyah.

4. Lemahnya pemerintahan daulat BaniUmayyah yang disebabkan oleh sikap hidup mewah di lingkungan istana sehingga anak-anak khalifah tidak sanggup memikul beban berat kenegaraan tatkala mereka mewarisi kekuasan. Disamping itu, golongan agama banyak yang kecewa karena perhatian penguasa terhadap perkembangan agama sangat kurang.

5. Penyebab langsung tergulingnya kekuasaan bani Umayyah adalah munculnya kekuatan baru yang dipelopori oeh keturunan Abbas ibnu Abdul Al- Muthalib. Gerakan ini mendapatkan dukungan penuh dari Bani Hasyim, golongan Syi’ah dan kaum mawali yang merasa dikelas duakan oleh pemerintah Bani Umayyah.

G. Peninggalan Bersejarah Bani Ummayah

Pada masa Bani Umayyah pembangunan fisik juga mendapatkan perhatian yang besar. Dengan berpindahnya pusat kekuasaan keluar dari Jazirah Arab, pembangunan fisik juga tidak terpusat di Jazirah Arab saja. Usaha yang dilakukan oleh Bani Umayyah dalam kaitannya dengan keberadaan bangunan bersejarah adalah :
1. Mengubah Katedral St. John di Damaskus menjadi masjid
2. Menggunakan Katedral Hims sebagai gereja sekaligus masjid
3. Merenovasi Masjid Nabawi
4. Membangun Istana Qusayr Amrah dan Istana al-Musatta yang digunakan sebagai tempat peristirahatan di padang pasir. Bukti-bukti peninggalan tersebut menunjukkan bahwa pada masa Bani Umayyah umat Islam sudah mencapai tingkat peradaban yang tinggi. Hal itu menjadi cikal bakal perkembangan ilmu pengetahuan yang ada pada saat ini.

BABIII
PENUTUP

Dinasti Umayyah menguasai dunia selama kurang lebih 90 tahun, dalam kurun waktu 90 tahun itulah berbagai macam perubahan (Sifatnya Fisik-material) telah dilakukan oleh Mu’awiyah dan juga penerus dinasti Umayyah. Perubahan Prinsipil yang seharusnya tidak ia lakukan, yaitu tentang sistem pemerintahan yang ternyata sangat mempengaruhi kehidupan umat Islam di seluruh belahan dunia hingga saat ini. Seperti yang kita ketahui bahwa keberhasilan umat Islam dalam membangun peradaban terletak pada masa kekhalifahan yang dimulai oleh Rasulullah Saw dan kemudian dilanjutkan oleh Khulafaur Rasyidin. Perubahan Prinsipil yang dilakukan Mu’awiyah telah menggerogoti sendi-sendi dasar & Pedoman Allah/Quran & keTinggian Islam, karena dengan berubahnya sistem pemerintahan dari khalifah menjadi kerajaan turun-temurun atau sistem demokrasi (musyawarah) menjadi sistem monarki (turun temurun) menjadikan umat Islam yang begitu kuat dengan Persaudaraannya menjadi mudah dihasut. Sehingga menimbulkan pemberontakan yang mengatas namakan kebenaran. Dan terbukti, salah satu faktor runtuhnya Dinasti Umayyah adalah terjadinya perebutan kekuasaan antara anak-anak dan cucu-cucu dari Mu’awiyah. Saat ini banyak diantara umat Islam yang ingin membangun kembali Khilafah yang telah runtuh dan mengikrarkan peradaban Islam didunia, tapi tidak memiliki kemampuan yang cukup dan tidak memiliki pondasi yang kuat. Mu’awiyah telah melanggar Prinsip Quran & menerapkan sistem pemerintahan kerajaan ini dengan mampu menaklukkan seluruh Negara Afrika bagian Utara, dikuasainya Spanyol dan masih banyak lagi yang telah ditaklukkan. Hanya saja kini semua telah kembali ke masa awal sampai tidak ada sedikitpun bukti keberadaan Islam di Spanyol. Inilah hal yang sangat disayangkan.
====================================================

Bani Umayah adalah salah satu kabilah suku Quraisy. Kabilah ini sangat besar dan memegang peranan penting dalam kekuasaan politik dan ekonomi bangsa Arab. Sebenarnya Bani Umayah masih ada hubungan darah dengan Bani Hasyim, dimana Nabi Muhammad saw berada didalamnya. Mereka sama-sama keturunan Abdi Manaf. Tetapi kedua kabilah ini selalu bersaing untuk berebut pengaruh dan kehormatan dari masyarakat kota Makkah. Di dalam peersaingannya Umayah selalu pada pihak yang unggul, karena didukung oleh kemampuan memimpin dan kekayaan yang cukup, dan juga keturunan yang banyak. Sehingga mereka selalu berpotensi menjadi pemimpin masyarakat Makkah. Pada masa puncak kepemimpinannya, kabilah ini selalu berhadapan dengan dakwah Nabi Muhammad saw. Mereka yang paling gigih menolak dan menghalangi da’wah Nabi Muhammad saw, yang saat itu dipimpin oleh Abu Sufyan bin Harb bin Umayah.


Abu Sufyan ini baru memeluk Islam dan tunduk kepada Nabi Muhammad saat Fathu Makkah. Meskipun begitu Nabi Muhammad saw tetap memerankan Abu Sufyan sebagai pemimpin Makkah. Pada saat itu ketika seluruh penduduk Makkah merasa ketakutan, Nabi Muhammad berkata, bahwa barangsiapa yang memasuki rumah Abu Sufyan, maka ia akan selamat. Artinya bahwa keberadaan Abu sufyan adalah tetap pemimpin Makkah, meskipun ia tunduk kepada kepemimpinan Nabi Muhammad saw. Pada masa kepemimpinan Rasulullah dan Khulafaur Rasyidin, Bani Umayah tidak lagi sebagai pempimpin bangsa Arab. Pada saat itu kepemimpinan Islam dan bangsa Arab, tidak memperhatikan asal-usul kabilah dan kesukuan. Proses rekrut menpempimpin didasarkan pada kemampuan dan kecakapan.

Meskipun Utsman bin Affan adalah dari keluarga Bani Umayah, tetapi ia tidak pernah mengatas namakan diri sebagai Bani Umayah.

Begitu juga Mu’awiyah bin Abi Sufyan diangkat oleh Umar bin Khattab sebagai gubenur Siriya adalah kerena kecakapannya. Ambisi Bani Umayah untuk memimpin kembali muncul ketika mereka sudah mempunyai kekuatan besar. Dengan berbagai upaya, mereka menyusun kekuatan dan merebut kekhalifahan umat Islam. Usaha ini akhirnya berhasil setelah Hasan bin Ali mengundurkan diri dari jabatannya sebagai khalifah dan menyerahkannya kepada Mu’awiyah bin Abi Sufyan, yang dikenal dengan istilah Amul Jamaah.

Daulah Bani Umayah berdiri pada tahun 41H / 661 M. didirikan oleh Mu’awiyah bin Abi Sufyan. Ia adalah gubernur Syam pada masa pemerintahan Umar bin Khattab dan Utsman bin Affan. Selama ia menjabat gebernur, ia telah membentuk kekuatan militer yang dapat memperkuat posisinya di masa-masa mendatang. Ia tidak segan-segan menghamburkan harta kekayaan untuk merekrut tentara bayaran yang mayoritas adalah kelurganya sendiri. Bahkan pada masa Umar bin Khattab, ia mengusulkan untuk mendirikan angkatan laut, tetapi Umar menolaknya. Dan angkatan lautnya berhasil didirikan ketika masa pemerintahan Utsman bin Affan.

Proses Berdirinya Daulah Bani Umayah Bagian 2

Ketika masa pemerintahan Ali bin Abi Thalib, Mu’awiyah diberhentikan, dan digantikan oleh Sahal bin Hunaif. Pemecatan Ali atas Mu’awiyah ini didasarkan pada pengamatan beliau, bahwa pada hakikatnya penyebab kekacauan dan pemberontakan adalah akibat ulah Mu’awiyah dan para gubenur lainnya yang bertindak sewenang-wenang dalam menjalankan pemerintahan. Bahkan peristiwa terbunuhnya Utsman bin Affan adalah akibat kelalaian mereka. Mereka tidak berbuat banyak, ketika keadaan Madinah sangat genting, padahal mereka mempunyai pasukan yang kuat.

Mu’awiyah dan penduduk syam tidak puas dengan pemecatan ini, dan menolaknya. Ia mengembalikan utusan khalifah dengan mengirimkan surat penolakan melalui kurir yang sekaligus kurir tersebut mempropagandakan pembangkangan terhadap Khalifah Ali.

Mereka menuntut Ali bin Abi Thalib untuk mengungkap dan menyelesaikan masalah pembunuhan Utsman bin Affan. Apabila Ali tidak bisa mengungkapnya, maka Ali dianggap bersekongkol dengan pemberontak dan melindungi pembunuh Utsman. Propaganda mereka diperkuat dengan membawa jubah Utsman yang berlumuran darah dan potongan jari istri Utsman yang putus akibat melindungi suaminya dari usaha pembunuhan.

Mu’awiyah berhasil mempengaruhi massa yang kemudian mereka berpendapat bahwa Ali tidak mampu menyelesaikan kasus terbunuhnya Utsman bin Affan. Mereka menganggap bahwa Ali ikut terlibat dalam pemberontakan untuk menggulingkan Khalifah Utsman bin Affan.

Mu’awiyah kemudian mengumpulkan pendukungnya dan mempersiapkan diri untuk memerangi Ali bin Abi Thalib. Ia berhasil menarik simpati penduduk Syria, dan merekrut tokoh-tokoh seperti Amr bin Ash dengan tawaran jabatan yang strategis.

Melihat kondisi ini Khalifah Ali bin Abi Thalib mengirim utusan Jarir bin Abdullah ke Damaskus untuk memperingatkan Mu’awiyah, dan ancaman Khalifah akan mengirim pasukan untuk menggempur Mu’awiyah bila tetap membangkang. Akan tetapi Mu’awiyah malah mengkonsolidasikan pasukannya dan berniat memerangi Ali bin Abi Thalib. Mereka berpendapat tidak akan melakukan baiat sebelum Ali berhasil menuntaskan kasus pembunuhan terhadap Utsman. Bila tidak, maka bukan baiat yang terjadi melainkan perang.

Setelah Khalifah Ali mendengarkan informasi yang dibawa oleh Jarir sekembalinya menghadap Khalifah, maka menurut Ali tidak ada pilihan lain kecuali memberangkatkan pasukan untuk memerangi Mu’awiyah gubernur Syam yang membangkang. Kedua pasukan ini bertemu di lembah sungai Eufrat yang bernama Shiffin. Di tempat inilah kedua pasukan berperang dan saling berusaha mengalahkan lawan masing-masing. Dan karena nama tempat inilah, sehingga perang antara pasukan Ali bin Abi Thalib dan pasukan Mu’awiyah bin Abi Sufyan dikenal dengan nama perang Shiffin.

Pertempuran sesama pemimpin Islam ini berlangsung sangat sengit. Kedua pasukan mempunyai kekuatan yang berimbang, tetapi pada hari-hari berikutnya pasukan Mu’awiyah mulai terdesak. Menghadapi situasi begini Amr bin Ash dari pasukan Mu’awiyah mengusulkan perdamaian dengan mengangkat AlQur’an di ujung tombak, yang menandakan bahwa Al Qur’an akan dijadikan tahkim untuk menyelesaikan masalah ini. Pasukan Mu’awiyah menyetujui dan bermaksud menghentikan peperangan. Sementara Ali bin Abi Thalib menganggap bahwa yang demikian ini hanya tipu muslihat, karena mereka sudah mengalami kekalahan.

Ali bin Abi Thalib meyerukan untuk terus melanjutkan peperangan sampai dapat mengalahkan Mu’awiyah. Akan tetapi sebagian pasukan Ali mulai menghentikan peperangan, mereka ingin perselisihan ini diselesaikan lewat perdamaian dengan Al Qur’an sebagai tahkimnya. Dan sebagian yang lain tetap ingin melanjutkan peperangan, sebab kemenangan sudah ada dipihaknya dan mereka menganggap upaya Amru bin Ash itu hanya tipu muslihat. Melihat perpecahan pasukannya ini dan desakan untuk menyelenggarakan tahkim, akhirnya Ali terpaksa menghentikan peperangan dan mengadakan tahkim.

Pertemuan untuk menyelesaikan krisis antara Ali dan Mu’awiyah dilaksanakan di suatu tempat di selatan Syria yang disebut dengan Daumatul Jandal. Pihak Ali diwakili oleh Abu Musa Al Asy’ari seorang sahabat besar yang alim dan taqwa, tetapi ia bukan politisi, dan tidakmemiliki kekuatan dlm beragumentasi dan berdiplomasi. Sedangkan pihak Mu’awiyah diwakili oleh Amru bin Ash seorang politisi yang licin, ahli strategi, dan mempunyai kemampuan diplomasi yang sangat kuat. Kemudian masing-masing pihak mengirimkan utusan sebagai saksi 400 orang.

Proses Berdirinya Daulah Bani Umayah Bagian 3 – End

Di dalam perundingan kedua utusan sepakat, bahwa pangkal persoalan yang tengah melanda umat Islam adalah soal pemimpin, oleh sebab itu cara yang terbaik adalah menurunkan kedua pemimpin itu dan membentuk lembaga Syuro untuk menentukan siapa yang akan menjadi pemimpin umat Islam. Kesepakatan ini kemudian dinyatakan bersama-sama di muka umum. Untuk yang pertama Abu Musa Al Asy’ari menyampaikan, bahwa untuk mengembalikan suasana kedamaian, maka Ali bin Abi Thalib diminta turun dari jabatannya sebagai khalifah dan menyerahkannya kepada lembaga syura yang akan memilih khalifah. Begitu juga Mu’awiyah diminta untuk meletakkan jabatannya agar suasana menjadi aman dan damai. Tetapi ketika giliran Amru Bin Ash menyampaikan, ia meminta agar Ali bin Abi Thalib mengundurkan diri dari khalifah, sementara Mu’awiyah tidak perlu mengundurkan diri, karena ia hanya sebagai gubernur bukan khalifah.


 Pernyataan ini ditolak oleh Ali bin Abi Thalib, karena dianggap tidak adil dan merugikan pihaknya. Para pengikut Ali menyadari bahwa perundingan itu hanyalah tipu daya amr bi Ash saja. Mereka banyak yang kecewa dari pelaksanaan tahkim itu. Mereka menuntut keadilan, dan meminta pertanggung-jawaban orang-orang yang terlibat dalam tahkim. Orang-orang yang kecewa ini akhirnya menyatakan diri sebagai oposisi dan keluar dari barisan Khalifah, yang di dalam sejarah Islam mereka disebut dengan kaum Khawarij, artinya oang yang keluar dari barisan Ali bin Abi Thalib. Dengan demikian pasukan Khalifah menjadi terpecah dan lemah, sehingga tidak mampu lagi mengalahkan pasukan Mu’awiyah.

Orang-orang yang kecewa ini akhirnya menyatakan diri sebagai oposisi dan keluar dari barisan Khalifah, yang di dalam sejarah Islam mereka disebut dengan kaum Khawarij, artinya oang yang keluar daribarisan Ali bin Abi Thalib.

---

Setelah peristiwa tahkim, kelompok Khawarij yang merasa tidak puas atas hasil perundingan tersebut ingin menyelesaikan masalah konflik umat Islam ini dengan caranya sendiri. Mereka menganggap bahwa orang-orang yang terlibat dalam tahkim telah keluar dari agama Islam, karena tidak bertahkim tidak menggunakan AlQur’an. Mereka menyusun kekuatan dan merencanakan untuk membunuh Ali bin Abi Thalib, Mu’awiyah bin Abi Sufyan, dan Amr bin Ash. Ketiga orang ini yang paling bertanggung jawab atas adanya tahkim, mereka dianggap telah kafir dan berhak untuk dibunuh.

Untuk membunuh tiga orang itu, Abdurrahman bin Muljam ditugasi untuk membunuh Ali bin Abi Thalib, di Kufah. AlHajjah bin Abdillah At Tamimi ditugasi membunuh Mu’awiyah bin Abi Sufyan di Syiriya. Dan Amir bin Abu Bakr ditugasi ke Mesir untuk membunuh Amr bin Ash. Akan tetapi hanya Abdurrahman bin Muljam yang berhasil menyelesaikan tugasnya. Ia berhasil membunuh Khalifah Ali bin Abi Thalib ketika beliau sedang Shalat Shubuh 15 Ramadlan 40 H. Sementara dua utusan yang lain gagal untuk membunuh Mu’awiyah bin Abi Sufyan, karena ia sedang tidak keluar shalat shubuh, dan satunya terbunuh lebih dahulu sebelum berhasil membunuh Amr bin Ash.

Dengan terbunuhnya Khalifah Ali bin Abi Thalib oleh bekas pengikutnya sendiri ini, maka keadaan poilitik umat Islam semakin tidak menentu, dan kekacauan semakin meluas. Oleh sebab itu para pengikut Ali bin Abi Thalib dan umat Islam di Kufah, Bashrah dan Madinah melakukan baiat kepada Hasan bin Ali sebagai khalifah menggantikan ayahnya. Baiat yang di pimpin oleh Qais bin Saad ini bukan merupakan rekayasa, tetapi karena tidak ada pilihan lain saat itu. Umat Islam menyadari, bahwa Hasan bukan tokoh yang tegas dan tegar seperti ayahnya, tetapi umat Islam membutuhkan pemimpin yang kharismatik dan shalih.

Pengangkatan atas Hasan bin Ali sebagai khalifah ini tetap tidak mendapat persetujuan dari Mu’awiyah bin Abi Sufyan dan para pengikutnya. Mereka berharap sebagai pengganti Ali adalah Mu’awiyah. Oleh sebab itu Mu’awiyah berusaha merebut kekuasaan dari Hasan, dengan cara membendung arus masa pendukung Hasan, khususnya dari Kufah dan Bashrah. Ia sudah mempunyai kekuatan yang besar, sementara Hasan mempunyai banyak kelemahan dan tidak sekuat ayahnya. Kondisi yang demikian ini tidak disia-siakan oleh Mu’awiyah. Ia segera menyusun pasukan untuk menyerang Hasan bin Ali.

Melihat kondisi demikian, Qais bin Saad dan Abdullah bin Abbas mengusulkan kepada Hasan agar melakukan serangan ke Damaskus, sebelum diserang Mu’awiyah. Usul kedua tokoh ini diterima oleh Hasan, yang kemudian ia memberangkatkan pasukan dengan kekuatan 12000 tentara di bawah pimpinan kedua tokoh tersebut. Pasukan Hasan ini kemudian bertemu dengan pasukan Mu’awiyah dan terjadilah pertempuran di Madain.
Mu’awiyah tidak hanya melakukan peperangan fisik, tetapi mereka menggunakan perang urat syaraf (psy war) dengan menyebarkan berbagai macam isu untuk melemahkan kekuatan pasukan Hasan. Akibatnya pasukan Hasan terpengaruh dan mulai lemah dalam peperangan, mereka ingin mengakhiri peperangan, bahkan sebagian mulai berbalik dengan tidak menyukai Hasan. Sehingga Hasan akhirnya terpaksa memlilih jalan negosiasi dengan Mu’awiyah untuk mengakhiri perseteruan di antara mereka.

Hasan bin Ali mengirim utusan Amr bin Salmah untuk mengajak perdamaian. Hasan bersedia menyerahkan kekuasaan kepada Mu’awiyah dengan berbagai persyaratan, antara lain menyerahkan harta baitul Maal kepada Hasan untuk menutup kerugian peperangan yang dilakukannya. Dan pihak Mu’awiyah tidak mencaci maki bapaknya dan keluarganya lagi. Muawiyah juga harus meneruskan kebijakan ayahnya terhadap para ahli Madinah, Kufah dan Bashrah untuk tidak menarik sesuatu dari mereka. Dan yang paling penting permintaan Hasan adalah sepeninggal Mu’awiyah menjadi Khalifah, kekhalifahan harus diserahkan kepada Umat Islam melalui pemilihan umum.

Semua permintaan Hasan ini disetujui oleh Mu’awiyah. Kemudian keduanya bertemu di salah satu tempat yang dikenal dengan nama Maskin untuk mengadakan serah terima kekuasaan dan kemudian Hasan melakukan baiat kepada Mu’awiyah sebagai Khalifah. Hasan kemudian meminta para pendukungnya untuk melakukan baiat kepada Mu’awiyah sebagai Khalifah umat Islam. Akan tetapi karena alasan-alasan tertentu tidak semua pendukung Hasan bersedia melakukan bai’at, khususnya ahli Bashrah. Mu’awiyah terus mempropagandakan dirinya untuk mendapatkan pengakuan sebagai khalifah. Karena bagaimanapun juga Hasan sudah menyerahkan kekhalifahan kepadanya.

Peristiwa yang terjadi pada tahun 41H/661 M. ini dikenal dengan nama Amul Jamaah, artinya, tahun di mana umat Islam bersatu kembali dalam satu kepemimpinan. Jabatan tertinggi umat Islam secara defacto dan de jure berada di tangan Mu’awiyah bin Abi sufyan. Terlepas apakah untuk memperoleh kekuasaan itu dilakukan dengan cara paksa atau tidak, dan terlepas apakah persyaratan yang diminta oleh Hasan akan dipenuhi oleh Mu’awiyah atau tidak, yang jelas kekuasaan khilafah dipegang oleh Mu’awiyah, dan sudah tidak ada lagi kelompok yang mengaku berkuasa dan menentangnya.

Umat Islam mulai dengan lembaran baru. Daulah Bani Umayah berdiri (41 – 132 H/661 – 750 M.) Tatanan politik dan pemerintahan yang dibangun oleh Khulafaur Rasyidin berubah dengan sistem politik dan pemerintahan baru yang dilakukan oleh Mu’awiyah bin Abi Sufyan dan para khalifah penggantinya. Daulah Bani Umayah berkuasa selama 90 tahun dengan empat belas khalifah, yaitu :

* Mu’awiyah bin Abi Sufyan (41 – 60H / 661 – 680 M)
* Yazid bin Mu’awiyah (60 – 64 H /680 – 683 M)
* Mu’awiyah bin Yazid (64 H / 683 M)
* Marwan bin Hakam (64 – 65 H / 683– 685 M)
* Abdul Malik bin Marwan (65 – 86 H./ 685 – 705 M)
* Walid bin Abdul Malik ( 86 -96 H /705 – 715 M )
* Sulaiman bin Abdul Malik ( 96 – 99H / 715 – 717 M )
* Umar bin Abdul Aziz ( 99 – 101 H /717 – 720 M )
* Yazid bin Abdul Malik (101 – 105 H/ 720 – 724 M )
* Hisyam bin Abdul Malik (105 – 125H / 724 – 743 M )
* Walid bin Yazid ( 125 – 126 H /743 – 744 M )
* Yazid bin Walid ( 126 – 127 H /744 M )
* Ibrahim bin Walid ( 127 H / 744 –745 M )
* Marwan bin Muhammad (127 -132 H /745 – 750 M )

Cerita Tentang Surga

JANNAH itu bukan SURGA
Surga (disebut juga sorga) adalah suatu tempat di alam akhirat yang dipercaya oleh para penganut beberapa agama sebagai tempat berkumpulnya roh-roh manusia yang semasa hidup di dunia berbuat kebajikan sesuai ajaran agamanya. Istilah ini berasal dari bahasa Sanskerta, yaitu Svarga. Dalam bahasa Jawa kata tersebut diserap menjadi Swarga. Istilah Surga dalam bahasa Arab disebut Jannah, sedangkan dalam bahasa Hokkian digunakan istilah Thian (天). sumber : https://id.wikipedia.org/wiki/Surga

Kebanyakan ummat Islam memahami Surga = Jannah , sehingga dianggap tidak bisa diwujudkan di muka bumi. Padahal Rasul sendiri mengatakan kata jannah pada saat beliau hidup di muka bumi : "Baiti Jannati" (Rumah Tanggaku adalah Jannahku).

Jannah ada dimuka bumi, perhatikan urutan ayat berikut dalam terjemah DEPAG: QS 2:30…Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka BUMI."….terjadi dialog, sehingga pada ayat 35. Dan Kami berfirman: …uskun anta wazawjukal JANNAH…"Hai Adam, diamilah oleh kamu dan isterimu SURGA/JANNAH ini (istilah zawjuka tidak tepat diartikan istri, lihat pada QS 15:88 sebagai pembanding)…Jannah pun ada 2 jenis, jannah yang ditata oleh penataan Nur/Ilmu Allah, dan jannah yang di tata oleh penataan Dzulumat/Hawa nafsu syaithan, perhatikan terjemah DEPAG serta istilah kata Alquran nya, QS 18:32. 34:15-16 dan cermati istilah kata jannah dan karim di QS 26:57-58, gamblang sekali, Fir’aun dikeluarkan dari system penataan jannah berikut kemuliaannya. Dalam at tahrim/66 ayat 11, … rabbi ibni lii 'indaka baytan fii ALJANNATI wanajjinii min fir'awna wa'amalihi wanajjinii mina alqawmi alzhzhaalimiina…kesimpulan ayat tersebut: bahwa istri fir'aun memohon tegaknya system jannah utk melawan dominasi kekuasaan suaminya yaitu fir'aun yg jelas” itu terjadi di dunia.

Sayangnya, kebanyakan orang menterjemahkan menjadi 'rumahku adalah surgaku' sehingga orang berlomba-lomba mengumpulkan segenap potensinya yang terkadang menghalalkan berbagai cara untuk membangun rumah yang megah yang dianggap sebagai surga yang identik dengan materialisme.

Kesalahpahaman ini bukan terjadi dengan sendirinya, tapi memang sebuah upaya untuk memutarbalikkan kedudukan dan fungsi Alquran sebagai 'Pencerah', sehingga wajar saja kebanyakan manusia merasa tidak perlu membangun Jannah di muka bumi dengan nilai-nilai Kebaikan dan kebenaran yang bertolok ukur pada Alquran Wa Sunnaturrasul. Akibat kesalahpahaman ini maka orang tidak lagi menjadikan Alquran sebagai rujukan untuk memahami makna 'Jannah' yang sebenarnya.

Perhatikan jawaban Alquran tentang makna Jannah berdasarkan dua versi sbb :
1. Versi terjemahan Depag
wabasysyiri alladziina aamanuu wa'amiluu alshshaalihaati anna lahum jannaatin tajrii min tahtihaa al-anhaaru kullamaa ruziquu minhaa min tsamaratin rizqan qaaluu haadzaa alladzii ruziqnaa min qablu wautuu bihi mutasyaabihan walahum fiihaa azwaajun muthahharatun wahum fiihaa khaaliduuna (2:25)
Dan sampaikanlah berita gembira kepada mereka yang beriman dan berbuat baik, bahwa bagi mereka disediakan surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya. Setiap mereka diberi rezki buah-buahan dalam surga-surga itu, mereka mengatakan : "Inilah yang pernah diberikan kepada kami dahulu." Mereka diberi buah-buahan yang serupa dan untuk mereka di dalamnya ada isteri-isteri yang suci dan mereka kekal di dalamnya.
Mari kita kritisi terjemahan ini :
- Terbukti ketidakpahaman sang penterjemah dengan menyamakan bahasa sastra dengan bahasa gamblang, padahal 'Jannah' itu adalah sebuah istilah yang maknanya tergantung kepada yang mengeluarkan istilah tersebut, yaitu Allah melalui Alqur’an, Allah berbicara dengan menggunakan bahasa sastra (Mutasyabihat) bukan dengan bahasa biasa (Mubin). Oleh karena itu, harus dipahami bhwa setiap berbicara pasti alam dalam Alquran, sebenarnya Allah berbicara bahasa kiasan atau ungkapan tersembunyi atas kehidupan sosial budaya manusia.
Contoh : fathonah terkenal panjang tangan sehingga ia sering keluar masuk bui, apakah kalimat itu bermakna si fathonah memiliki tangan yang berukuran panjang?? lalu apa kaitannya tangan berukuran panjang dengan konteks dia masuk penjara?? itulah akibat kesalahpahaman memahami bahasa kiasan.

Begitu juga halnya dengan terjemahan diatas. Apakah bahasa yang digunakan oleh Allah pada ayat trsbt mnggunakan bahasa biasa, sehingga maknanya sedangkal itu?? Bisa jadi, dari sini pula para feodal (tuan tanah) bersikap serakah untuk menyerobot kebun-kebun orang lain karena menganggap jannah=kebun, dan dari sini juga orang menjadi berpikir bhwa Jannah itu adalah identik dengan materialisme itu bagi penganut Naturalisme (paham liberal), sedangkan bagi yang berpaham idealisme menjadi stempel tentang baik dan buruknya sesuatu yang ideal menurut kepentingan tertentu sehingga dia rela menjadikan orang-orang yang bodoh menjadi korbannya, ditindas oleh penguasa fasilitas (Pemrintah & Pengusaha) karena mnjadi pengkhayal yang merasa akan mendapat Kebun / Surga di akhirat (dalam arti alam lain setelah meninggal).

Jadi kedua pola pikir ini merusak dan merugikan ummat manusia, oleh sebab itu mari kita perbaiki melalui perbaikan pola pikir.

Coba kita perhatikan, jawaban Alquran menurut versi Sunnah Rasul
" Gembirakanlah / Hiburlah mereka (dengan Alquran Wa sunnaturrasul) yang telah menyatakan beriman yaitu yang telah berbuat tepat bahwasanya untuk kehidupan mereka itu adalah seperti taman yang dialiri sejenis aliran irigasi (begitulah hal nya mukmin yang tertata dan dialiri dengan sistem pendidikan Alquran), sehingga masing-masing mereka itu adalah hidup adil makmur menurut yang demikian (kehidupan jannah=Islam) sehingga adil makmur membuahkan hasil guna , selanjutnya mereka mengatakan "inilah kehidupan adil makmur yang sebelumnya mereka telah melakukan perbaikan diri (taubat dengan rattil dan shalat) dengan yang demikian (diungkap dengan bahasa sastra /mutasyabihat), dan untuk kehidupan mereka itu didalamnya adalah partner-partner yang bersih dari motif jahat sedangkan mereka didalamnya adalah abadi (konsisten) seabadi iman (pandangan dan sikap hidup yg mereka bangun)"

Jadi, ketika Allah membicarakan taman sebagai sebuah ungkapan pasti alam sebenarnya adalah sebagai sebuah kiasan atau perumpamaan/ibarat. Coba perhatikan taman , bisa tidak jika tidak ditata diatur dibangun menjadi bersih dan rapi serta tumbuh berkembang dengan subur yang menyejukkan dan indah dipandang sehingga bisa menghasilkan berbagai jenis buah-buahan, seperti itu juga halnya mukmin. Bisa tidak membuahkan hasil yang hasanah, jika manusia tidak ditata isi hatinya, ucapan dan perbuatannya dengan sistem pendidikan yang sesuai dengan Alquran wa sunnaturrasul ?

Maka wajar sajalah, segala penyimpangan dari rakyat Jelata hingga kaum elit sampai saat ini belum berakhir, karena masih terhipnotis dengan pendidikan jungkir balik yang otomatis telah menjungkir balikkan pandangan manusia tentang Al-Quran wa Sunnaturasul, salah paham inilah sebagai sumber bencana. Padahal Jannah itu adalah hasanah di dunia dan hasanah di akhirat, dunia itu dipandang dari sudut pandang Alquran adalah cermin kehidupan akhirat ( addunya mir-atul akhirat ) bahkan di dunia itulah tempat bercocok tanam iman agar menghasilkan kehidupan akhirat. ( addunya majra-atul akhirat ) apakah akhirat itu adanya di alam lain selain di bumi? padahal kata Allah, di bumi itulah kalian dihidupkan dan dimatikan serta didalamnya itu pula dibangkitkan ( fiihaa tahyauna wa fiiha tamutunna wa minha tuhrajuun ). Tidak malukah kita yg mengaku mukmin / muslim dan merasa percaya diri akan mendapatkan jannah sementara di muka bumi ini kita setengah hati untuk membangun kehidupan hasanah? jangankan mampu membangunnya, memahami peta kehidupan jannah saja kita tidak mau sepenuh hati, peta itu adalah petunjukNya yaitu Alquranu wa Sunnaturasul, sehingga maa kunta tadrimal kitabi wa lal iman = jikalau anda tak menguasai isi kitab niscaya tak ada iman, nah iman itu adalah jannah! dalam arti mereka yang beriman itulah bagaikan taman yang saling merindangkan kepuasan hidup indah ! saling memanenkan / membuahkan hasil guna buat yang membutuhkannya, seolah si mukmin itu sendiri tdk membutuhkan buahnya, dia hanya butuh tumbuh dan berkembang dan berdaya guna dengan pengairan yang tepat !, sehingga mereka indah bagaikan taman yang rapi bersih dan menyejukkan, meneduhkan! kaitkan dengan hadist nabi: sebaik-baik manusia adalah manusia yang paling berdaya guna bagi manusia lainnya! coba perhatikan kondisi manusia zaman sekarang.. yang bersaing keras untuk saling merusak manusia lainnya demi kepentingan pribadinya sendiri. Mulai dari penguasa, ulama, pengusaha, dll. Apakah itu wujud jannah atau NAR?! semua ini akibat dari pemahaman tentang makna iman = percaya, kalau dianggap beriman cukup mempercayai saja, teruskanlah. A fa laa ta'qiluun ?! = apakah kalian tak menggunakan aqal sesuai dengan Al-quranu wa SunnaturrasulNya ?!
.......................
SURGA

Sebagai manusia sudah menjadi hal yang wajar apabila kita mendambakan kebahagiaan. Baik yang bersifat pribadi, keluarga maupun masyarakat dalam arti seluas-luasnya. Dalam hal ini, agama senantiasa menawarkan Surga sebagai tempat kebahagiaan yang kekal. Bagi siapa yang taat dan patuh kepada agamanya, maka akan mendapatkan Surga sebagai imbalanya, apabila telah meninggal dunia.

Wacana perihal Surga yang demikian itu adalah suatu Surga yang Ghaib atau abstrak. Sehingga karena sifatnya yang abstrak itu, maka setiap agama menggambarkan Surga sesuai dengan kepercayaan [doktrinal] yang ditanamkan kepada masing-masing pemeluknya. Ada yang menggambarkan bahwa Surga itu suatu kehidupan yang abadi, dikelilingi para bidadari [yang selalu perawan], tempat bersemayamnya para dewa. Demikian pula ada yang menyebutnya sebagai tempat tinggal [tahta singgasana] Tuhan Sang Bapa. Pendek kata, Surga benar-benar merupakan tempat [impian] kebahagiaan yang di dalamnya hanya ada kenikmatan semata [sruwa-sruwi sarwo kepenak]

Bagaimana sesungguhnya makna dan persepsi Surga bagi orang-orang yang beriman? Surga dalam konsepsi al-Qur’an [Islam] disebut al-Jannah berarti taman yang tertata rapi nan indah. Surga yang akan menjadi milik orang yang dalam hidupnya selalu taat dan patuh dengan ajaran Allah ini, digambarkan bahwa di bawahnya senantiasa mengalir aneka sungai [min tahtihal-anhar]. Sehingga taman kebahagiaan tersebut merupakan taman yang subur dan menyejukkan. Siapapun yang tinggal di dalamnya tentu akan menuai kepuasan. Pohon-pohon yang ada di Surga adalah merupakan perwujudan dari kalimat thayibat, akarnya menghunjam ke dalam petala bumi dan cabang serta rantingnya menjulang ke angkasa raya [asluha tsabitun wa far ‘uha fi as-sama’].

Gambaran secara fisik tersebut, menurut teori sastra al-Qur’an, perlu dilihat arti metaforisnya [wajhu sabhin], agar dapat membantu kita dalam memahami makna Sorga [al-Jannah] yang sebenarnya. Apabila pohon-pohon yang ada di Surga tersebut menggambarkan masing-masing figur [sosok] orang beriman yang hidup di dalamnya, maka antara phon yang satu dengan yang lainnya akan saling merindangkan panen. Juga saling menghidangkan hasil karyanya satu sama lain. Pohon mangga akan memberikan bangganya, pohon rambutan akan menghadiahkan rambutannya, demikian pula pohon-pohon lainnya. Inilah gambaran kehidupan masyarakat Surga yang demikian indah, adil dan saling memakmurkan, gemah ripah loh-jinawi, tata titi tentrem kerta raharjo, murah kang sarwo tinuku lan thukul kang sarwa tinandur [jawa]. Semua itu ditunjang oleh suatu sistem ekonomi yang senantiasa dapat memenuhi seluruh hajat hidup orang banyak dan terdistribusinya dengan lancar seperti halnya aliran aneka sungai yang selalu mengalir di bawah Surga.

Kalau kita perhatikan lebih cermat, maka ternyata Surga yang dijanjikan Allah tersebut berujud ganda. Yakni selain Surga yang ada di akhirat kelak juga ada Surga di dunia inil. Hal tersebut tergambar jelas dalam do’a sapu jagad yang sering kita panjatkan. Rabbana aatina fid-dunya hasanah wa fil akhirati hasanah wa qiina ‘adzaban naar. Surga dunia [fidunya hasanah] adalah dunia yang baik dan indah yakni Madinatul-Munawwarah. Suatu “negara kota” yang gilang gemilang karenada dilandasi oleh cahaya al-Qur’an-Sunnah-Rasul. Adapun Surga akhirat [fil-akhirati hasanah], adalah Surga yang dijanjikan Alla apabila si Mukmin telah meninggal dunia, sebagai balasan atas segala amal ibadahnya. Jadi Surga akhirat adalah merupakan konsekuensi logis dari Surga dunia, karena dunia adalah cerminan akhirat [Ad-dunya mir’atul akhirah].

Bukti lain yang menunjukkan bahwa selain di akhirat Surga juga ada di dunia ini, antara lain adalah sabda Rasulullah saw ... “rumahku adalah Surgaku” [baiti jannati], demikian pula “Surga itu berada di bawah telapak kaki ibu”[al-Jannatu tahta aqdamil-umahat.. Bukankah rumah tangga Rasulullah itu berada di dunia kita ini juga? Begitu pula jejak langkah kaum ibu di dunia ini sangat menentukan kebahagiaan sebuah kehidupan. Hal ini terutama ditegaskan oleh Rasulullah saw .. bahwa wanita itu tuang negara [an-nisaa’u ‘imaadul bilad].

Surga dunia sebagaimana tercermin dalam Madinatul Munawwarah telah dicapai oleh Rasulullah saw. Dan para sahabatnya melalui “jalan yang lurus” [Shirathalmustaqim]. Yaitu suatu sistem jalan kehidupan Islam secara total [kaffah] yang diraih dengan cara merevolusikan masyarakat dari kegelapan jahiliyah [dzulumat] menuju pencerahan ilmiyah [an-Nur], [Q.S. al-Baqarah: 257]. Surga yang seperti digambarkan tersebut bukan Surga yang jatuh begitu saja dari langit, akan tetapi suatu Surga yang harus diraih melalui perjuangan fisik [jihad], perjuangan mental [mujahadah] maupun perjuangan intelektual [ijtihad].

Dengan melalui kegiatan dakwah yang giat [intensif], mangkus [efektif] dan sangkil [efisien], Rasulullah saw. Telah berhasil membangun “Surga” di dunia. Sebuah revolusi kebudayaan paling cepat dalam sejarah. Hanya dalam tempo kurang dari seperempat abad [23 tahun], padang pasir gersang dan gunung-gunung batu yang keras lagi tandus telah berubah menjadi Surga. Yakni membebaskan manusia dari peradaban yang gelap gulita [dark ages] menuju peradaban yang terang benderang [enlightenment] disinari oleh cahaya ilahi [al-Qur’an] melalui tauladan hidup Rasulullah.

Untuk mencapai kondisi tersebut, berapakah harga yang harus dibayarkan? Yang pasti, harga sebuah Surga tidaklah murah. Menurut Allah bagi setiap mukmin [para pendukung cita-cita surgawi] haruslah mau menyerahkan diri dan hartanya sekaligus [anfusahum wa amwalahum] untuk ditukar dengan al-Jannah. Dan proses transaksinya harus diperjuangkan mati-matian sehingga setiap mukmin harus senantiasa siap tempur [ready use to combat] dalam rangka meraih dan mempertahankan Surga [yuqaatiluuna fi sabilillah fayaqtuluuna wayuqtaluun]. Harga inilah yang diminta Allah sebagaimana tersirat di dalam semua kitab suci, baik at-Taurat, al-Injil, maupun al-Qur’an. [Q.S. at-Taubah:111].
Apa makna dari semua itu? Dengan dibayarkannya “diri” dan “harta” mukmin kepada Allah, maka berarti simukmin tersebut telah menyerahkan “ego”, ke-aku-annya dan hartanya menjadi milik Allah. Sehingga dengan demikian, setiap mukmin menyerahkan seluruh hidupnya untuk dikelola oleh Allah. Dengan kata lain, setiap orang yang menyatakan dirinya mukmin sudah semestinya mau dan rela sepenuh hati untuk hidup hanya menurut kehendak Allah. Mukmin yang demikian itulah mukmin yang haq, mukmin yang menjadi pohon-pohon Surga, yang dari benih iman-nya telah tumbuh menjadi pohon yang kokoh kuat, akarnya menghunjam ke dalam petala bumi dan cabang serta rantingnya menjulang ke angkasa raya serta berbuah di sepanjang musim [Q.S. Ibrahim:24].

Pohon tersebut selalu menghidangkan panen zakat, infaq, dan sadaqah bati kemakmuran dan keadilan kehidupan. Aroma buahnya menciptakan ketenteraman dan kebahagiaan hidup tiada tara. Demikianlah Surga yang menjadi dambaan setiap insan. Sebuah model kehidupan, yang selain membahagiakan sekaligus juga menyehatkan. Ibarat manisnya madu yang selain lezat nikmat juga menyehatkan [Q.S. an-Nahl: 68, 69]. Itulah yang terjadi hampir hampir satu setengah milinium yang lampau di dalam masyarakat Madinatul Munawwarah, “negara kota” yang bermandikan cahaya Ilahi dengan tauladan indah para Nabi, yang kelak nantinya merupakan panen di akhirat [ad-dunya mazra’atul akhirah]. Singkatnya, suatu masyarakat dimana telinga kita belum pernah mendengar, mata belum pernah melihat, hati belum pernah merasai, Masyarakat mukmin yang seperti itulah, masyarakat di mana pandangan dan sikap hidupnya berdasar kalimat thayyibat, [al-Qur’an –Sunnah-Rasul], yang akan memperoleh Surga yang dijanjikan.
............................

Yahudi dan bani Israil adalah makhluk Allah yang dikaruniai kemampuan lebih hebat dibanding dengan ummat lainnya oleh karena Allah terus menerus menurunkan Ilmu-NYA didalam pangkuan bangsa mereka selama 2000 tahun. Mereka tidak mengakui keRasulan Muhammad, salahsatu nya, karena garis keturunan Rasul SAW dari pembantu/selir nya nabi Ibrahim, Hajar, ibunda nya nabi Ismail. Bukan dari garis keturunan nabi Ishaq, nenek moyangnya Yahudi (katanya, kata mereka).

Apakah pemikiran dan kehidupan IPOLEKSOSBUD mereka yang begitu ILMIAH, yang dimiliki Yahudi persaat ini hasil dari pemikiran pribadi-pribadi mereka ataukah hasil dari nyolong ILMU yang sudah 2000 tahun lebih mereka rekam dari kitab-kitab yang Allah turunkan termasuk AlQuran? (QS 18:9, Atau kamu mengira bahwa orang-orang yang mendiami gua dan (yang mempunyai) raqim...). Wajar saja Yahudi dan antek-anteknya bisa menguasai sejarah peradaban dunia sejak khalifah Ali wafat, ternyata mereka menguasai ilmu Allah tapi menyalahgunakannya menurut ambisi pribadinya dan golongannya saja! Bahkan bangsa yang tersingkir dalam percaturan dunia atau peradaban rimba, baik itu peradaban teknologi maupun agamanya, hanya dieksport dan dicekoki ajaran takhayul (khayalan), yang hanya bisa berkhayal besar tanpa kerja keras secara ilmiah! Dibuatkan film-film kolosal yang khayali agar pemikiran takhayul mereka semakin dibuat subur termindset dalam otak orang islam persaat ini.
 Dimana korelasi serta relevansi-nya dengan realita kehidupan sosial secara kongkrit, berbagai cerita tentang : pahala, surga, dosa, neraka, keajaiban menghidupkan orang mati, menyembuhkan orang buta, membelah laut, tongkat menjadi ular, melunakkan besi, bicara dengan hewan, memindahkan istana megah dalam sekejapan mata, rambut di belah tujuh, membelah dada orang lalu mencuci hatinya, dll. Kaidah mana yang sesat menyesatkan? Apakah pemikiran yang penuh khayal? Ataukah kaidah Ilmiah yang sesuai dengan proses kejadian alam?

Pikiran manusia tidak akan menerima ide yang tidak masuk akal, kecuali manusia menerima lebih dulu konsep yang dinamakan “mu’jizat” (kejadian ajaib atas kuasa Tuhan). Konsep mu’jizat atau miracle dipopulerkan oleh Yahudi dan Nasrani melalui kisah-kisah para nabi dalam kitab perjanjian lama dan perjanjian baru. Mereka memperkenalkan konsep ini kepada bangsa Arab dengan istilah dalam bahasa Arab : “mu’jizat”. Maka, bila manusia sudah menerima/percaya dengan konsep mu’jizat, . . cerita ajaib apapun akan mudah diterima. Termasuk anak yang lahir dari seorang perawan . . dipandang sebagai mu’jizat.

Allah dengan melalui ILMU-NYA, ALQURAN, tidak pernah bikin dongeng, yang membikin ajaran Allah menjadi dongeng adalah distorsi pada perspektif atau sudut memandang manusia dalam menafsirkan ayat-ayatnya sehingga menjadi dongeng.

Mereka mengetahui rahasia AlQuran sebagaimana mereka mengetahui tanda dalam tubuh maupun kepribadian anak-anak kandung mereka sendiri. QS 2: 146, Orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang telah Kami beri Al Kitab (Taurat dan Injil) mengenal Muhammad (yakni dengan ajaran-NYA, ALQURAN) seperti mereka mengenal anak-anaknya sendiri. Dan sesungguhnya sebahagian diantara mereka menyembunyikan kebenaran, padahal mereka mengetahui.

QS 12:111, Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal. Al Quran itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman.

Setiap kali Allah menurunkan satu Kitab, sebagian Yahudi selalu meng-Kadzdzaba (mendustakan Ilmu/meng aduk-aduk/melacur Ilmu) ajaran Allah. Ini yang perlu kita catat dan cam-kan, pelacuran Ilmu (kadzdzaba) Yahudi di sepanjang sejarah kehidupan umat manusia sehingga ummat manusia di seantero dunia, sepanjang zaman, sepeninggal para nabi selalu terjerumus kedalam kehidupan Syar, saling baku hantam sesamanya.

Bagaimanakah dengan AlQuran sepeninggal nabi Muhammad? QS 15/Al-Hijr: 9 menegaskan, INNA NAHNU NAZALNAADZIKRA WA INNAA LAHU LAHAAFIZHUN, Allah menjamin tulisan AlQuran akan tetap terjaga sampai akhir zaman. Namun bagaimana dengan penggunaan pilihan kata terjemahan nominal sehingga mempengaruhi didalam pemaknaan yang terkandung di dalam tulisan AlQuran sepeninggal nabi Muhammad? Salah menterjemahkan nominal kata maka akan salah memaknai, maka salah pula didalam mempraktekkannya.

AlQuran datang dari Arab, kita sedang apa dan bagaimana, situasi dan kondisi ketika kedatangan AlQuran dari Arab pada abad ke 7, di Indonesia sedang apa? Dan di Arab pun sedang terjadi seperti apa kondisi nya pada saat AlQuran diperkenalkan keluar dan sampai ke Indonesia. Kita sudah sama-sama sepakat bahwa Teks bahasa Alquran tidak pernah ada perubahan dari sejak awal nabi SAW, seperti yang disebutkan pada ayat diatas, tetapi didalam menterjemahkan istilah kata dalam Alquran itulah yang perlu di kaji ulang, apakah ada pembelokkan-pembelokkan istilah kata yang di ambil sehingga makna nya menjadi lain dan otomatis pelaksanaannya pun menjadi salah.


Sumber: Disalin dari catatan seorang sahabat.

Minggu, 23 November 2014

Kiat-kiat Memulai Bisnis

Kebanyakan orang tertarik menjadi pengusaha, karena seorang pengusaha adalah orang yang bebas. Kebebasan inilah menjadi daya tarik, seorang pengusaha akan mempunyai banyak waktu senggang, tidak tertekan oleh pekerjaannya karena pekerjaannya dianggap sebagai suatu hobi dan kesenangan. Namun ketika kita ingin memulai bisnis orang pasti bertanya darimana modalnya? Tidak mustahil modal adalah dasar untuk memulai suatu bisnis.Namun bagi anda yang memiliki modal pas-pasan atau tidak memiliki modal sama sekali anda jangan berkecil hati karena modal usaha sebenarnya berasal dari cara berpikir kita. Jangan sampai ketidakadaan modal ini menghentikan anda untuk memulai suatu bisnis. Berikut ini ada beberapa tips yang bisa anda praktekan untuk memulai suatu bisnis dengan modal pas-pasan/tanpa modal.

 1. Carilah ide usaha yang asik dan yang anda sukai tapi relistis untuk dimulai saat ini

Ide usaha yang baik adalah ide usaha yang menjadi bakat kita dan tentunya yang kita sukai. Contohnya saya suka memasak dan makan cemilan, maka ide yang cocok untuk saya adalah membuat kerupuk. Ide usaha  mesti tidak sulit dan bisa dimulai saat ini contohnya ingin memulai bisnis jual makanan maka tidak usah buka usaha restoran mewah padahal anda adalah orng yang ga punya modal besar cukup bikin warung makan kecil di pinggiran jalan. Usaha mesti dimulai tatkala ide telah rampung, bukan hanya sekedar planning karena kalau sekedar planning usaha ga akan pernah jalan.

2. Jangan pinjam modal ke Bank (Kredit) tetapi pinjamlah ke orang-orang  terdekat anda

Meminjam ke bank memiliki banyak kekurangan karena ada bunga belum lagi harus pakai jaminan dan terlalu berisiko buat orang baru memulai usaha. Mengembalikan uang ke bank memberikan tekanan dalam tenggang waktu tertentu dan membuat stres alih-alih mau fokus usaha, hutang saja yang dipikirkan, padahal yang namanya bisnis semestinya kita fokus untuk berinovasi dan membuat perbaikan. Apalagi kalau target penjualan tidak tercapai yang ada malah bangkrut. Bangkut memang hal biasa buat seorang pebisnis namun jika kita sudah tau kita akan bangkrut dengan menggeluti suatu usaha mengapa kita harus mencobanya?  

3. Bisnis Bukan Soal Jumlah Modal Tetapi Memutar Modal Menjadi Lebih Banyak

Contohnya anda memiliki modal 100 ribu anda bisa memulai dengan membuat bisnis jualan pisang goreng, karena bisnis ini cukup kalau dengan modal sebesar ini. Mungkin omzet anda 200 ribu maka 100 ribu keuntungan anda suda bisa digunakan untuk melipat gandakannya lagi menjadi 200 ribu dan seterusnya. Jika modal anda sudah cukup maka anda mesti meningkatkan level usaha anda ke middle business sampai pada akhirnya pada tingkatan top business (konglomerat).

4. Bekerja Keras, Tidak Kenal Lelah Dan Tidak Putus Asah

Nah ini kudu dimiliki seorang pebisnis yang ingin usahanya sukses.


Sekian dulu ya tulisan saya ini, cape ngetiknya hehehe. Semoga jadi pebisnis handal amin...

Minggu, 04 Agustus 2013

Perbedaan Antar High Heating Value (HHV) dan Low Heating Value (LHV)

Heating value tidak ada hubungannya dengan panas untuk memanaskan sesuatu zat. Heating value itu nilai panas yang dihasilkan dari pembakaran sempurna suatu zat pada suhu tertentu.
Reaksi pembakaran sempurna hydrocarbon seperti ini:
CxHy + (x + y/4) O2---- x CO2 + y/2 H2O
Sesuai definisinya panas pembakaran dihitung seolah-olah reaktan dan hasil reaksi memiliki suhu yang sama. Biasanya kondisi standar yang dipakai untuk perhitungan heating value adalah 25 °C dan 1 atm. Seperti kita tahu pada 25 °C dan 1 atm H2O memiliki fase liquid, maka perhitungan HHV menganggap H2O hasil pembakaran diembunkan menjadi fase liquid, sehingga selain panas didapat dari pembakaran, diperoleh pula energi dari panas pengembunan H2O. Kalau perhitungan LHV itu menganggap bahwa H2O tetap pada fase gas pada 25 °C. Jadi selisih antara HHV dan LHV adalah panas pengembunan H2O pada suhu dan tekanan standar.
Perlu dicatat bahwa HHV dan LHV adalah notasi theoretical, hanya dipakai untuk indikasi dan tidak menunjukkan kondisi yang sebenarnya dalam praktek. Alasannya bahan bakar dan gas hasil pembakaran tidak pernah berada pada temperatur yang sama sesuai asumsi yang dipakai untuk perhitungan HHV dan LHV. Dalam praktek, energi yang bisa kita peroleh dari pembakaran bahan bakar akan selalu lebih kecil dari HHV atau LHV, karena ada energi dalam bentuk panas yang dibawa pergi oleh gas hasil pembakaran. Itulah sebabnya efisiensi semua mesin konversi energi (steam power plant, internal combustion engine, gas turbine) tidak pernah bisa 100 %.
Jadi HHV dan LHV sama sekali tidak ada hubungannya dengan fase dari bahan bakarnya, baik bahan bakar padat maupun cair, sama-sama punya HHV dan LHV. Kalau soal gampang atau susahnya membakar, juga tidak ada hubungannya dengan HHV & LVH. Ingat! Pembakaran itu proses eksotermis, jadi tidak mengambil panas (energi) dari lingkungan justru memberikan panas ke lingkungan. Sebenarnya yang bisa dibakar itu adalah fase gas, kalau ada bahan bakar cair, maka harus terbentuk cukup uap di atas permukaannya supaya bisa memulai pembakaran. Kalau kita mulai dari temperatur ambient, untuk bahan bakar cair tertentu, misalnya diesel oil, mesti diberikan suhu yang cukup supaya tekanan uapnya cukup tinggi untuk membentuk fase uap yang bisa dibakar (dari sinilah muncul istilah flash point). Tapi begitu sudah dibakar, panas dari pembakaran akan selalu menyediakan energi yang cukup untuk menghasilkan fase uap yang siap untuk dibakar.
Semakin tinggi carbon number, heating value dalam kJ/kmol (tapi tidak dlm kJ/kg!) juga semakin tinggi. Untuk gas, heating value biasanya dinyatakan dalam Btu/MMscf, dan kita tahu bahwa untuk gas mol itu proportional terhadap volume, jadi untuk gas alam semakin banyak fraksi berat semakin tinggi heating valuenya dalam volumetric basis.
Harap diperhatikan, satuan yang menyatakan nilai LHV/HHV juga, bahwa nilai LHV/HHV membesar sesuai kenaikan jumlah karbonnya tentu saja untuk satuan Btu/lbmol (kJ/kmol). Karena jika satuan yang digunakan adalah berbasis massa, LHV/HHV methane lebih besar dibanding rantai yang lebih panjang (karena MWnya makin kecil).
Menentukan gross heating value bukan lewat GC tapi lewat komputasi numeris (yang umumnya sudah ada di soft machine-nya GC yang lalu mengambil data composition peaknya GC). Mengapa? Karena kita harus menginput properties natural gas pada 60 oF dan 14,7 psia.
Hakikatnya, GC tidak terbatas sampai pengukuran C9 saja, bisa lebih tergantung setting/instrument dan standar method yang diimplementasikan.
Mengukur GHV bukan langsung dari GC kayak ngukur pressure dari pressure transmitter, tapi ada komputasi dari GC setelah gas composition didapatkan.
Memang bisa mengkalkulasi sampai rantai karbon yang berat, tapi biasanya sudah tidak akurat, lagipula dalam kenyataannya fraksinya juga sangat kecil dibandingkan dengan fraksi C1 (yang biasanya dipakai sebagai standar spesifikasi dari gas untuk sales), sehingga jika terjadi perubahan kecil dari komposisi di rantai karbon yang berat hanya memberikan impact yang kecil terhadap nilai GHV.
GC bisa melakukan perhitungan GHV. Yang dilakukan oleh GC adalah melihat komposisi gas berdasarkan peak di chromatogram. Kemudian berdasarkan standar yang digunakan, apakah itu GPA-2172, atau ISO 6976, GC akan menghitung GHV berdasarkan data masukan mol % dari gas yang diukur itu sendiri, base pressure dan base pressure pengukuran yang digunakan. Di beberapa tempat ini tidak biasa dilakukan karena GC tidak mengukur nilai komposisi H2O dan H2S dan beberapa componen lain yang tidak terdeteksi oleh GC. Jadi yang biasa dilakukan adalah memberikan semua informasi data ini ke flow computer (data GC dan H2O dan komponen lain yang dibutuhkan), dan flow computer yang akan melakukan perhitungan gross heating value.
Untuk standar ISO6976, kita tidak bisa memilih standar pressure yang digunakan, itu tidak dispesifikasi oleh standar. Satuan keluaran dari standar ISO6976 adalah MJ/Sm3 untuk perhitungan volume. ISO6976 memberikan pilihan untuk menghitung GHV dalam beberapa combustion/metering temp. Yang cukup umum digunakan (15,15) dan (20,20). Semua masukan dan keluaran dari ISO6976 adalah dalam bentuk metric.
Untuk standar GPA 2172, kita bisa memilih GHV mau dihitung pada tekanan berapa terserah kita. Yang umum digunakan adalah 14.73 psia. Standar perhitungan GPA2172 menggunakan pressure 14.696. Tetapi, GPA 2172 tidak memberikan pilihan input temperatur karena perhitungan selalu dianggap untuk temperature standard 60 degF. Masukan lain yang dibutuhkan adalah nilai compressibility gas pada tekanan standar (14.73 dalam hal ini) yang biasanya didapat dari perhitungan AGA 8.
Untuk pengukuran gasnya sendiri, fraksi berat yang memang pada pengukuran fiscal gas nilainya cukup kecil, namun bila ada salah perhitungan akan memberikan perbedaan yang cukup signifikan karena fraksi berat memiliki nilai heating value yang terbesar. Kalau misalnya nilai gas yang seharusnya 0.01% terbaca 0.1%, itu sudah cukup untuk memberikan error kesalahan sekitar 0.4% yang kalau diuangkan akan memberikan angka sekitar beberapa ratus ribu dolar per tahun yang bergantung pada jumlah gas yang mengalir.
C1 - C4 mempunyai konstribusi HHV yang lebih besar, karena diantara C yang lainnya heating value dari C1 - C4 lebih besar. Sebagai referensi di Perry's Chemichal Engineers Handbook edisi ke 6, table 3-207. Disitu tertera heating value untuk masing-masing komponen :
  • C1 == 21.502 (BTU/lb)
  • C2 == 20.416 (BTU/lb)
  • C3 == 19.929 (BTU/lb)
  • iC4 == 19.614 (BTU/lb)
  • nC4 == 19.665 (BTU/lb)
  • iC5 == 19.451 (BTU/lb)
  • nC5 == 19.499 (BTU/lb)
  • nC6 == 19.391( BTU/lb)
Ada 'ukuran' lain dari heating value yaitu volume, dengan satuan Btu/scf. Biasanya kalau kita bicara gas metering dengan on line chromatograph maka pengukuran heating value adalah berdasar volume ini, Btu/scf, jadi total energi yang melewati meter (Btu per jam atau per day) adalah perkalian dari volume, mmscfd dan nilai heating value ini (Btu/scf). Kalau heating value dihitung berdasar volume maka secara logis heating value dari C2 akan lebih tinggi dari C1 dan C3 lebih tinggi daripada C2 dan seterusnya karena berat molekul C2 lebih dari C1 dst, ini berdasar prinsip bahwa volume dari 1 mol C1 akan sama dengan volume dari 1 mol C2 (sekitar 379 scf/mol).
GHV dapat diukur berdasarkan Mass dan Volume, jika berdasarkan Mass (BTU/Kg), C yang lebih tinggi akan memberikan kontribusi Heating Value yang semakin rendah, sedangkan jika berdasarkan Volume (BTU/Scf) maka sebaliknya C yang lebih tinggi memberikan kontribusi Heating Value yang lebih tinggi.
Dari GPA 2145 Tahun 2003, Physical Constants for Hydrocarbon. Jika component LNG dalam molar fraction, maka GHV pada 60 F sebagai ideal Gas adalah :
  • C1 == 52,673 BTU/Kg == 1010.0 BTU/Scf
  • C2 == 49,238 BTU/Kg == 1769.7 BTU/Scf
  • C3 == 47,739 BTU/Kg == 2516.2 BTU/Scf
  • i- C4 == 46,808 BTU/Kg == 3252.0 BTU/Scf
  • n-C4 == 46,958 BTU/Kg == 3262.4 BTU/Scf
  • i-C5 == 46,394 BTU/Kg == 4000.9 BTU/Scf
  • n-C5 == 46,484 BTU/Kg == 4008.7 BTU/Scf
n-C6 == 46,174 BTU/Kg == 4756.0 BTU/Scf

Oleh Rangkuman Diskusi Milis Migas Indonesia - Agustus 2005, Publish on 26 /09 /05 12:24:23
Blog ini ibarat catatan kul

Teknik Kimia itu sebenarnya makhluk apaan, sih?

Pengertian secara harfiah dikatakan bahwa teknik kimia adalah ”suatu ilmu rekayasa/teknik yang mengkonversi/ merubah bahan-bahan baku menjadi bahan/produk jadi yang berdaya guna dan memiliki nilai tambah ekonomis melalui proses-proses kimia, fisika, maupun biologi skala besar”. Dapat pula dikatakan bahwa ”suatu ilmu untuk melaksanakan proses-proses pengubahan bahan baku utama ke dalam produk-produk fungsional”
Dari pengertian di atas, teknik kimia merupakan suatu ilmu yang sangat aplikatif yang memadukan antara konsep-konsep dasar bidang ilmu sains seperti matematika, fisika, kimia, maupun biologi dengan ilmu-ilmu rekayasa (teknologi) dan sistem industri. Dalam konteks ini, ilmu teknik kimia secara prinsipil sangat berbeda dengan ilmu kimia murni maupun teknik industri (teknik dan manajemen industri).

Dalam kehidupan sehari-hari, kita senantiasa dihadapkan para peristiwa-peristiwa penting dalam lingkup ilmu teknik kimia. Satu contoh kegiatan keseharian yang saya berikan di sini adalah menyeduh teh atau kopi.

Ketika menyeduh kopi/teh, apa yang diharapkan oleh orang yang meminumnya? Tentunya adalah cita rasa, supaya tidak ngantuk, atau memang sengaja untuk minum karena haus. Baiklah mari kita bahas peristiwa atau konsep teknik kimia apa saja yg terjadi dari aktivitas menyeduh teh/kopi.


Proses perubahan ukuran

Pernah melihat orang menyeduh teh/kopi tetapi menggunakan kopi kering yang masih bulat utuh atau daun teh yang masih lebar-lebar? Memang ada beberapa orang yang melakukan itu, tetapi hal ini bukanlah sesuatu yang lazim. Di antara kita pastilah lebih banyak melihat orang menyeduh teh/kopi dimana biji kopinya sudah ditumpuk halus atau daun tehnya sudah dicincang kecil-kecil. Ini juga sebuah proses dalam ilmu teknik kimia. Mengapa harus diperkecil ukurannya? Silakan temukan jawaban anda di rimba ”teknik kimia”

Proses pemanasan, perpindahan energi, dan konversi energi.

Kita menyeduh kopi/teh biasanya menggunakan air panas, bukan? Bagaimana supaya air yang kita gunakan menjadi panas? Tentu saja harus dipanaskan menggunakan beberapa metode yang semuanya membutuhkan energi dari luar. Bisa menggunakan kompor/pemanas listrik alias memanfaatkan energi listrik, atau menggunakan kompor minyak tanah/LPG alias memanfaatkan energi kimia dalam bakar tersebut yang kemudian dibakar untuk mendapatkan energi panas. Dalam teknik kimia, inilah yang dinamakan proses perpindahan energi dan perubahan (konversi) energi.

Proses pelarutan dan ekstraksi.

Mengapa kita menyeduh kopi/teh dalam keadaan panas? Apa jadinya kalau kita menyeduh teh/kopi dengan air dingin? Tentu saja teh/kopi tersebut tidak akan larut, bukan? Akibatnya cita rasanya menjadi tidak nikmat karena komponen-komponen yang mengakibatkan aroma harum dan rasa nikmat pada teh/kopi menjadi tidak larut dalam air dingin. Proses pemanasan di atas membantu mempercepat pelarutan komponen-komponen ”nikmat” ini sehingga teh/kopi bisa kita nikmati seperti hal sekarang ini. Komponen-komponen nikmat tersebut akan keluar dari dalam biji kopi atau daun teh dan terlarut ke dalam air panas. Dalam teknik kimia, proses ini dinamakan ”ekstraksi”. Mengapa bisa demikian? Hal-hal seperti itulah kelak yang akan dipelajari di jurusan teknik kimia.

Proses penyaringan

Terkadang karena adanya ampas kopi/teh yang masih terdapat dalam campuran seduhan ini, orang menjadi merasa tidak nyaman atau terganggu saat meminumnya. Untuk menghilangkan ampas ini, perlu dilakukan penyaringan. Dalam teknik kimia, peristiwa tersebut dinamakan ”filtrasi”. Kalau kita menggunakan teh celup, maka kertas untuk wadah teh yang kita celupkan tersebutlah yang berfungsi sebagai alat penyaring sehingga serbuk teh tidak ikut bercampur dengan air seduhan teh. Kita bisa lebih nyaman meminumnya, bukan?

Proses pengadukan dan pencampuran

Apa jadinya kalau kita minum kopi/teh tanpa diaduk. Alias serbuk kopi/teh dimasukkan begitu saja ke dalam air panas dan langsung diminum. Pasti rasanya kurang nikmat. Proses pengadukan membuat semua bahan tercampur dengan baik dan merata (homogen). Bisa juga untuk mempercepat proses pelarutan seperti yang sudah disebutkan di atas. Supaya teh/kopi yang kita minum lebih nikmat, banyak orang menambahkan gula ke dalamnya dengan takaran tertentu sesuai selera orang yang akan meminumnya. Nah, inilah yang dimaksudkan dengan proses pencampuran. Dengan takaran tertentu, kopi/teh dan gula dicampurkan dan dimasukkan ke dalam air panas lalu diaduk-aduk menggunakan sendok (sebagai alat pengaduk) selama waktu tertentu. Setelah itu diminum, deh. Mmmh.... nikmatnya!!

Nah, sudah paham bukan? Sekarang kita tarik benang merah antara peristiwa orang menyeduh teh/kopi ini menuju aplikasi lainnya yang bersifat industrial tetapi identik. Contohnya adalah pabrik cat, pabrik tinta/pewarna, pabrik detergent, pabrik aneka jenis minuman, pabrik aneka jenis makanan, dsb.

Jika kita tinjau dari sisi pengertian teknik kimia seperti yang telah disebutkan di atas jadinya menjadi seperti ini. Bahan baku adalah kopi/teh, gula, dan air. Lalu diproses dan diubah menjadi produk fungsional lainnya berupa seduhan kopi/teh siap minum. Proses-proses yang terjadi di atas kebanyakan adalah peristiwa fisika karena tidak ada reaksi kimia yang terlibat di dalamnya. Lalu apakah ada nilai tambah ekonomisnya? Ya, so pasti dong. Coba deh beli kopi/teh di warung kopi. Kalau dihitung-hitung harganya pasti akan lebih mahal daripada harga bahan bakunya...hehe. . Kalau ngga gitu khan, namanya kerja keras aja alias ngga dapat untung. Tapi itulah teknik kimia, kita bicara industri pastinya kita bicara masalah ekonomi. Siapa sih yang mau bikin pabrik untuk membuat produk tertentu meskipun dia tahu bahwa nantinya akan merugi?

Itu tadi baru membuat kopi/teh skala kecil untuk misalnya satu atau sekelompok orang yang hanya butuh beberapa gelas. Sedangkan kalau kita kembali pada pengertian teknik kimia, ada satu kata yang harus digarisbawahi yaitu skala besar. Saat ini khan tersedia di supermarket atau warung pinggir jalan beberapa produk kopi dan teh siap minum dengan aneka kemasan yang diproduksi oleh berbagai industri. Tentu saja pabrik itu tidak membuat kopi/teh tersebut gelas per gelas, bukan? Wah, bisa makan waktu bertahun-tahun untuk menyediakan satu juta gelas...hehe. Jadinya menjadi tidak efektif dan efisien. Membuat kopi/teh satu gelas dengan membuat satu juta gelas metode produksinya pasti akan berbeda meskipun proses dan prinsip membuatnya sama saja. Nah, that’s the point. Di sinilah seorang insinyur kimia yang paham proses dan perancangannya akan sangat berperan.

Banyak pertanyaan yang harus dijawab oleh seorang sarjana teknik kimia untuk keperluan ini. Contohnya adalah :
  • Bagaimana alur prosesnya supaya efektif dan efisien.
  • Berapa jumlah bahan baku yang dibutuhkan untuk membuat satu juta liter seduhan kopi/teh siap minum.
  • Berapa ukuran tangki bahan baku dan bagaimana cara penyimpanan bahan baku tersebut.
  • Berapa ukuran gelas....eh. . tangki untuk mencampurkan kopi/teh, gula, air, atau bahan lainnya yang dianggap perlu untuk meningkatkan cita rasa.
  • Bagaimana cara bahan-bahan baku tersebut dimasukkan ke dalam tangki pencampur.
  • Apakah material yang sesuai untuk tempat pencampuran supaya aman bagi kesehatan.
  • Berapa listrik atau energi yang dibutuhkan untuk mengaduk campuran-campuran tersebut..
  • Berapa besar ukuran alat pengaduknya dan apa jenisnya supaya menghasilkan proses pengadukan yang efisien.
  • Berapa lama waktu yang dibutuhkan selama proses pengadukan
  • Berapa suhu pengadukan dan kecepatan pengadukan yang optimum supaya dihasilkan seduhan kopi/teh dengan cita rasa terbaik.
  • Bagaimana supaya pengadukan dan suhu di dalam tangki pencampur tetap stabil (tidak berubah-ubah) .
  • Berapa bahan bakar yang dibutuhkan untuk membuat air panasnya.
  • Bagaimana mekanisme pemasanannya.
  • Bagaimana cara dan mekanisme pendinginannya.
  • Berapa ukuran pipa yang pas supaya cairan tersebut dapat mengalir dengan baik.
  • Bagaimana cara menyaring ampas-ampasnya dan berapa ukuran alat penyaring tersebut.
  • Mau diapakan limbah-limbah ampas tadi dan bagaimana caranya supaya aman dibuang ke lingkungan.
  • Berapa keuntungan yang bisa diperoleh per liter seduhan kopi/teh yang dihasilkan.
  • Dan masih banyak lagi pertanyaan-pertanya an apa, bagaimana, berapa, mengapa, dll.
Tenang saja, pertanyaan-pertanya an di atas bukanlah momok yang menakutkan. Di jurusan teknik kimia, semua konsep dan teori dasar untuk menjawab pertanyaan-pertanya an tersebut tersedia secara blak-blakan dan pastinya akan dipelajari.

Setelah pabrik bisa beroperasi dan berjalan dengan baik, bereslah sudah tugas seorang insinyur kimia. Uppss.... siapa bilang sudah beres. Saat pabrik sudah mulai berjalan, pasti akan ada masalah-masalah dalam proses tersebut. Atau pastilah juga pabrik ingin keuntungannya supaya lebih besar, maka dilakukan upaya-upaya seperti penghematan energi/bahan bakar, memaksimalkan penggunaan bahan baku, memotong alur proses yang tidak efisien, mengganti peralatan-peralatan yang kinerjanya tidak maksimal, meningkatkan kualitas produk, atau bahkan mengembangkan produk sesuai dengan kebutuhan dan selera konsumen. Nah, aktivitas-aktivitas ini tentu saja masih membutuhkan pengetahuan dan kemampuan seorang insinyur kimia. Jadi don’t be afraid OK, alias jangan takut untuk tidak mendapatkan pekerjaan ya.

Wah, ngga nyangka ya ternyata dari bikin kopi/teh saja demikian banyak ilmu teknik kimia yang bisa dipetik. Padahal ada ribuan produk-produk di jagat raya ini yang dibuat atas dasar/prinsip ilmu teknik kima dan membuat dunia terasa lebih indah. So, kalau mau bikin produk yang aneh-aneh dari bahan-bahan baku yang tersedia di sekitar kita, kalian-kalian bisa belajar di bidang ini untuk mengetahui dasar-dasarnya.

Masih banyak aktivitas/peristiwa sehari-hari yang juga bisa ditelaah seperti halnya menyeduh kopi/teh di atas.
  1. Memasak
Ada proses pencampuran, pertukaran panas (pemanasan), pengadukan, perubahan fasa (penguapan), perubahan ukuran, rekayasa produk.
  1. Membuat tape
Ada proses reaksi kimia dan fermentasi
  1. Menjemur pakaian
Wah, kok bisa ya? Apa kaitannya dengan ilmu teknik kimia? Tentu bisa karena orang menjemur pakaian hingga kering itu adalah peristiwa pengeringan yang dalam teknik kimia disebut ”drying”. Ini adalah peristiwa perpindahaan bahan (yaitu air) dari permukaan pakaian yang basah menuju udara bebas. Mengapa bisa berpindah? Karena perbedaan jumlah (konsentrasi) air dalam pakaian basah dengan udara sekitarnya sehingga air ini akan berpindah dari yang konsetrasi tinggi menuju ke lingkungan dengan konsentrasi yang lebih rendah. Terus gimana kalau malam-malam saya jemur pakaian, tapi tiba-tiba besok pagi pakaian saya sudah agak kering meskipun masih sedikit lembab padahal khan tidak ada sinar matahari di waktu malam. Tapi kalau di siang hari kok keringnya lebih cepat ya? Mengapa...mengapa. ..dan sejuta mengapa..... ......... .
Dalam dunia industri, peristiwa sederhana ini banyak dipakai lho. Sebut saja pabrik keripik dimana bahan yang akan dijadikan kripik biasanya harus dikeringkan terlebih dahulu. Pabrik mie instan juga menggunakan konsep ini untuk mengeringkan mie sebelum dikemas dalam bungkus-bungkus plastik. Pabrik susu bubuk, detergent bubuk, pemanis buatan, penyedap rasa, tepung tapioka, juga menggunakan teknik ini pada salah satu tahap pembuatannya.
Siap-siap deh kalau kerja di pabrik makanan yang butuh proses pengeringan, prinsip dasar teknik pengeringan harus sudah ngelotok, lho. Supaya nanti pengeringannya cepat, butuh energi sedikit, dan kualitas hasilnya baik.
  1. Jaringan pipa air PDAM
Ada mekanisme perubahan tekanan (pemompaan) dan sistem aliran fluida serta sistem penyimpanan/ storage.
  1. Membakar sampah
Konversi energi dan reaksi pembakaran
  1. Metabolisme tubuh manusia
Mulai dari mulut hingga anus. Disebut-sebut sebagai miniatur atau ilustrasi pabrik yang sangat kompleks.
  1. Timbulnya embun pagi dan kabut
  2. Pembusukan sampah-sampah organik
  3. Menyaring air kotor
  4. Memompa ban mobil/motor
  5. Dan masih.....masih. ..banyak lagi hal lain yang cukup panjang daftarnya apabila disebutkan satu-persatu
Sudah cukup memberikan gambaran awal mengenai teknik kimia, bukan? Kalau kurang, tunggu saja tulisan-tulisan berikutnya dengan topik yang lebih dalam tetapi tetap dikemas dalam suasana ringan dan informal. Pokoknya teknik kimia itu rentang jelajah aplikasinya sangat lebar, mulai dari kehidupan sehari-hari, industri kecil dan menengah, hingga industri-industri besar yang rumit dan kompleks.
Salam teknik kimia !!

SUMBER: http://ilmutekim.blogspot.com/2008/08/teknik-kimia-itu-sebenarnya-makhluk.html

Oleh: SUGENG SANTOSO dan Tulisan terakhir adalah tulisannya Pak Feri Mantan Dosen TK Itenas luar biasa.